TOKSISITAS
PESTISIDA NABATI (Serai Wangi dan Mimba) TERHADAP PERTUMBUHAN ENTOMOPATOGEN (Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae) DAN
PATOGENISITAS ENTOMOPATOGEN TERHADAP Spodoptera
litura
(Laporan
Praktik Umum )
Oleh
SITI
JARLINA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Usaha produksi pertanian tidak akan terlepas kaitannya
dengan organisme pengganggu tanaman khususnya hama. Hama merupakan salah satu masalah yang penting karena
hama mampu menurunkan produksi secara signifikan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Pengendalian hama pada tingkat petani umumnya menggunakan insektisida
kimia, tetapi dalam penggunaannya insektisida kimia akan meninggalkan residu
bagi lingkungaan, mengganggu kesehatan manusia dan bahkan organisme lain bukan
target (Sarjan, 2007).
Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan agensia hayati yang ramah lingkungan seperti Beauveria
bassiana dan Metarhizium anisopliae. Menurut
Trizelia (2005) B.bassiana adalah
cendawan yang memiliki inang terbanyak di bandingkan dengan cendawan yang
lainnya serta mampu menginfeksi hama tanaman dari berbagai stadia.
Menurut Dinata
(2006) B. bassiana memiliki spektrum
yang luas karena
dapat
mengendalikan banyak hama, salah satunya adalah Spodoptera sp.
Kematian yang
terjadi pada serangga mula-mula pH
meningkat, terjadi penggumpalan, dan terhentinya peredaran darah serta merusak
saluran pencernaan, otot, system syaraf, dan pernapasan dan akhirnya serangga
mati. Hal tersebut dikarenakan B.
bassiana memiliki toksik seperti beauverisin,
baeuverilit, bassianalit, isorilit dan asam oksalat (Mahr, 2003 dalam Anindhita P, 2008).
M.
anisopliae memiliki spektrum yang luas dan dapat menginfeksi
lebih dari 100 spesies dari beberapa ordo serangga seperti scapteriscus sp, semut api, salenopsis invecta, larva kumbang
seperti Oryctes rhinoceros , Phyllophaga sp, dan Cetina nitida
(Prayogo, 2005). M.
anisopiae berbeda
caranya dalam mematikan hama, cendawan ini
melakukan penetrasi ke tubuh serangga melalui dinding tubuh di antara
kapsul kepala dan toraks serta di antara ruas-ruas tubuh. Mekanisme
penetrasi dimulai dengan pertumbuhan spora pada kutikula, selanjutnya hifa
mengeluarkan enzim yang membantu dalam menguraikan kutikula serangga. Penetrasi
kutikula umumnya berlangsung selama 12-24 jam (Prayogo, 2005).
Selain entomopatogen
dapat pula digunakan pestisida nabati untuk mengatasi masalah tersebut, salah
satunya adalah mimba dan serai wangi. Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan anggota
Meliaceae dengan bahan aktif utama azadirachtin (limonoid).
Tanaman ini tersebar di daratan India. Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di sekitar
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur). Senyawa
aktif dari tanaman ini memiliki aktivitas insektisida, antifidan dan penghambat
perkembangan (Scmutterer & Singh 1995) serta berpengaruh terhadap
reproduksi berbagai serangga (Schmutterer & Rembold 1995). Senyawa kimia yang
terdapat dalam biji mimba (A. indica) terdiri atas campuran empat senyawa utama yang aktif sebagai
insektisida dan termasuk dalam kelompok triterpen
diantaranya adalah Azadirachtin (C35H44O6), salanin,mehantriol,
nimbin dan nimbidin. Pengaplikasian di lapangan konsentrasi 3% biji mimba
dapat mengendalikan sekitar 200 jenis hama, diantaranya ulat pemakan daun Achea
janata dan ulat grayak (Kardinan, 2006).
Serai wangi mengandung senyawa bahan
aktif utama yang dihasilkan adalah senyawa aldehida (sitronella C10
H16 O) sebesar 30- 45 %, senyawa alkohol (sitronella C10H20O
dan geraniol C10 H18O) sebesar 55-65%, dan
senyawa–senyawa lainnya seperti sitral, nerol, metil heptenon dan dipentena
(Yunus, 2007).
Menurut
Harris (1987) menyatakan bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant)
saat kontak dengan serangga, sehingga serangga kehilangan cairan terus menerus. Oleh
karena itu perlu dikaji toksisitas pestisida nabati terhadap pertumbuhan
entomopatogen dan patogenisitas entomopatogen terhadap S. litura.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan praktek umum
ini adalah :
1.
Mengetahui toksisitas
pestisida nabati terhadap pertumbuhan entomopatogen (B.bassiana
dan M. anisopliae)
2.
Mengetahui patogenisitas
entomopatogen (B.bassiana dengan M.anisopliae) terhadap Spodoptera litura.
1.3 Waktu dan tempat
Kegiatan praktik umum ini dilaksanakan
dari tanggal 1 Juni sampai dengan tanggal
31 Juli 2013 di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Cimanggu,
Bogor, Jawa Barat.
1.4 Metode
pelaksanaan
Metode
pelaksanaan kegiatan praktik umum yang dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (BALITRO) adalah :
- Diskusi dan wawancara dengan pembimbing lapang mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan praktik umum di BALITRO.
- Praktik umum sesuai dengan yang ada di BALITRO yaitu isolasi jamur B.bassiana dan M. anisopliae pada media jagung.
- Isolasi jamur B.bassiana dan M. anisopliae pada media PDA yang telah dicampurkan dengan pestisida nabati yaitu serai wangi dan mimba.
- Mengaplikasikan entomopatogen Beauveria bassiana dengan Metarhizium anisopliae terhadap Spodoptera litura.
- Pengamatan dan pengambilan data secara langsung.
- Menghitung spora Beauveria bassiana dengan Metarhizium anisopliae yang telah ditumbuhkan pada media PDA.
- Studi pustaka mengenai hal - hal yang berkaitan dengan kegiatan praktik umum.
II. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI
PRAKTIK UMUM
2.1 Lokasi
Lokasi Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) berada di Jalan Tentara Pelajar
No. 3 A Cimanggu, Bogor. Jawa Barat.
2.2 Organisasi dan Tata Kerja
2.2.1 Struktur Organisasi
Berdasarkan surat keputusan (SK) Menteri Pertanian No. 06/Permentan/OT.140/3/2006
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik secara struktural menjadi Balai
Penelitian Tanamana Rempah dan Obat (Balitro) yang merupakan Lembaga Penelitian
eselon IIIa di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Depertemen pertanian Republik Indonesia.
Dalam melaksanakan tugasnya balai ini dipimpin oleh
seorang kepala balai yang dibantu oleh tiga pejabat eselon IVa, yaitu Kepala
Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pelayanan Teknis, dan Kepala Seksi Jasa
Penelitian. Disamping ketiga pejabat
eselon IVa
tersebut, dalam melaksanakan tugas sehari-hari Kepala Balai di bantu oleh
Koordinator Program yang mengkoordinir empat kelompok program komoditas.
2.2.2 Tata Kerja
Tata kerja di
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat secara terstruktur telah terbagi
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan yang harus
dijalankan. Kepala Balai mempunyai tugas pokok untuk menghasilkan paket
teknologi pengembangan tanaman obat dan aromatik dengan membentuk sebuah tim
penyusun rencana program balai.
Tugas pokok Kepala Sub Bagian Tata Usaha adalah
melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, surat-menyurat, rumah tangga, dan
perlengkapan agar kegiatan balai dapat terlaksana dengan lancar sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Kepala Seksi Pelayanan Teknis mempunyai tugas
pokok mengawasi pemanfaatan peralatan dan lahan percobaan untuk kelancaran
pelakasanaan penelitian, serta menyiapkan rencana kebutuhan perawatan sarana
dan prasarana penelitian yang spesifik. Sedangkan tugas pokok dari kepala seksi
jasa penelitian adalah mengkoordinasi dan mengawasi kinerja dari pekerja jasa
penelitian yang lingkup pekerjaannya yaitu membantu penelitian para peneliti
agar programnya sukses. Kelompok peneliti juga mempunyai tugas pokok yaitu merumuskan
serta menjalankan program penelitian yang telah menjadi kebijakan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan melakukan percobaan dan
pengamatan, studi pustaka, seminar, lokakarya dilanjutkan dengan penyebaran
hasil penelitian dan
mempublikasikannya
kepada masyarakat luas melalui media masa agar hasil penelitian dapat dimanfaatkan
oleh orang banyak.
2.2.3 Lingkup Kegiatan / Usaha
Pelaksanaan tugas penelitian secara operasional dilakukan
atas dasar dua kelompok komoditi yaitu :
1.
Kelompok tanaman rempah dan obat
2.
Kelompok tanaman rempah dan industri
Semua kegiatan operasional ini dilaksanakan dalam bentuk
Rencana Kegiatan Penelitian Tingkat Peneliti (RPTP), dan judul penelitian.
Perencanaan teknis penelitian dilakukan oleh anggota program. Sedangkan
pelaksanaan operasional penelitian dikaitkan pada masing-masing disiplin ilmu.
Dalam hal ini kelompok-kelompok peneliti (Pemuliaan, Plasma Nutfah, dan
Perbenihan, Hama dan Penyakit serta Ekofisiologi.
Seluruh kegiatan yang telah menjadi kebijakan, kemudian
dilaksanakan oleh Balitro dengan melakukan berbagai penelitian. Hal ini
bertujuan untuk pengembangan komoditas tanaman obat dan aromatik. Adapun
sasaran-sasaran yang dicapai oleh Balittro adalah sebagai berikut :
- Peningkatan tugas dan fungsi sosial ekonomi
-
Membantu meningkatkan pendapatan petani dan perkebunan
rakyat.
-
Mempertinggi penyerapan tenaga kerja
- Sumber pendapatan negara
-
Meningkatkan hasil devisa
-
Penyediaaan bahan baku tanaman obat dan aromatik untuk
industri dalam
negeri.
Hasil penelitian disalurkan kepada pengguna, dalam hal
ini petani, penyuluh pertanian, akademisi, mahasiswa dan masyarakat umum.
Tujuan penyebaran informasi hasil-hasil penelitian Tanaman Rempah dan Obat
(TRO) adalah agar proses difusi dan adopsi teknologi kepada pengguna
berlangsung cepat sehingga produktivitas TRO meningkat dan agroindustri yang
berbahan baku TRO lebih berkembang. Penyebaran hasil penelitian dan pengembangannya dilakukan
dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung penyebarannya
dilakukan melalui tatap muka seperti temu tugas, temu usaha, temu lapang, temu
wicara, seminar, loka karya, ekspos, kursus, dan pameran. Sedangkan secara tidak
langsung, hasil penyebaran dilakukan melalui media massa, buletin penelitian
tanaman rempah dan obat, edisi khusus tanaman rempah dan obat, warta Balitro,
pamflet, broklet, panel, dan sirkuler. Disamping melalui media massa,
penyebaran informasi Balitro juga dikembangkan melalui media elektronik atau
digital seperti : VCD, CD, dan website dengan alamat http:/www.balittro.go.id
. III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil kegiatan
Kegiatan
praktik umum di laboratorium Balai Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) meliputi
beberapa kegiatan antara lain pembuatan media jagung, isolasi B. bassiana dan M. anisopliae pada media jagung, pembuatan media PDA yang
dicampurkan pestisida nabati serai wangi dan mimba dengan konsentrasi pestisida
nabati 10% dan 20%, isolasi jamur B.
bassiana dan M. anisopliae pada
PDA.
Kegiatan
terakhir yaitu aplikasi entomopatogen B. bassiana
dan M. anisopliae terhadap Spodoptera litura dengan metode semprot
dengan masing-masing perlakuan yaitu kontrol, disemprot dengan Beauveria cair, Beauveria tepung, M.anisopliae,
dan deltametrin sebagai pembanding antara pengendalian secara hayati dan
pengendalian menggunakan insektisida kuimia. Pengambilan data dilakukan secara langsung yaitu pengamatan diameter
koloni B. bassiana dan M. anisopliae yang telah diisolasi, penghitungan
jumlah spora B. bassiana dan M. anisopliae.
3.1.1 Pembuatan media
jagung
Jagung
yang dibutuhkan dalam pembuatan media sebanyak 2 kg. Jagung kemudian dikukus
sampai matang dan ditiriskan sampai dingin. Setelah dingin kemudian dibungkus
sebanyak 5 sendok makan jagung kedalam plastik anti panas berwarna
|
|
|
|

Gambar 1. Media jagung yang telah dikukus (a). Media
jagung yang telah dimasukkan kedalam plastik anti panas (b). media jagung yang
telah ditumbuhi B. bassiana (c).
media jagung yang telah ditumbuhi M.anisopliae
(d).
3.1.2
Pembuatan media PDA + pestisida nabati dan diisolasi dengan entomopatogen
Tabel 1. Pembuatan
media PDA
NO
|
PERLAKUAN
|
UNTUK
UJI
|
KETERANGAN
|
1
|
PDA 50 ml
|
B. bassiana
|
Kontrol
|
2
|
PDA 50 ml
|
M. anisoplie
|
Kontrol
|
3
|
PDA 50 ml + Mimba 5 ml
|
B. bassiana
|
Media
uji 1
|
4
|
PDA 50 ml + Mimba 10 ml
|
B. bassiana
|
Media
uji 2
|
5
|
PDA 50 ml + Mimba 5 ml
|
M. anisoplie
|
Media
uji 3
|
6
|
PDA 50 ml + Mimba 10 ml
|
M. anisoplie
|
Media
uji 4
|
7
|
PDA 50 ml + Serai wangi 5 ml
|
B. bassiana
|
Media
uji 5
|
8
|
PDA 50 ml + Serai wangi 10 ml
|
B. bassiana
|
Media
uji 6
|
9
|
PDA 50 ml + Serai wangi 5 ml
|
M. anisoplie
|
Media
uji 7
|
10
|
PDA 50 ml + Serai wangi 10 ml
|
M. anisoplie
|
Media
uji 8
|
Keterangan
tabel 1 :
1. 5
ml menjadi 55 ml larutan
2. 10
ml menjadi 60 ml larutan
Sehingga
PDA 50 ml, 55 ml, dan 60 ml yang masing-masing digunakan untuk 5 cawan petri.
Kegiatan pembuatan media ini dengan dua
pestisida nabati, dua tingkat konsentrasi, dan dua entomopatogen. Hal ini
dilakukan bertujuan untuk melihat
pertumbuhan cendawan B. bassiana dan M. anisopliae pada media PDA yang telah
dicampurkan pestisida nabati dengan masing-masing konsentrasi 10% dan 20%.
Langkah
pertama yang dilakukan dalam kegiatan pembuatan media PDA ialah memanaskan
media PDA yang telah disediakan sebelumnya sebannyak 400 ml. Setelah media
tersebut cair dituangkan kedalam 5 erlenmeyer yang masing-masing isinya 80 ml.
Tahap selanjutnya 5 erlenmeyer dibedakan masing-masing perlakuannya maka
setelah itu masing-masing dituang kembali ke dalam 8 cawan petri yang berarti
ada 10 perlakuan termasuk kontrol dan 4 ulangan sehingga menunjukkan total
cawan petri berjumlah 40.
Untuk
perlakuan tersebut erlenmeyer pertama menjadi kontrol, erlenmeyer kedua
dicampurkan dengan mimba 5 ml, erlenmeyer ketiga dicampurkan dengan mimba 10 ml, erlenmeyer keempat dicampurkan dengan
serai wangi 5 ml, erlenmeyer kelima dicampurkan dengan serai wangi 10 ml.
Setelah media padat maka segera diisolasi
B. bassiana dengan M. anisopliae dengan masing-masing
perlakuan, kemudian cawan petri diberi label dan dibungkus plastik putih anti
panas.
![]() |
|||
![]() |
|||
Gambar
2. Pembuatan media PDA dan inokulasi (a). Pembuatan media PDA
(b). Inokulasi B. bassiana dan M.anisopliae
pada PDA
3.1.3
Hasil
pengamatan diameter koloni B. bassiana dengan M. anisopliae pada media PDA
Tabel
2. Rata-rata harian diameter koloni B.
bassiana dan M. anisopliae
NO
|
PERLAKUAN
|
RERATA DIAMETER KOLONI (mm) HARI KE-
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
||
1
|
B. bassiana
(kontrol)
|
7,25
|
10,75
|
13,25
|
17,5
|
22
|
24,37
|
28,62
|
36
|
34,75
|
36,75
|
2
|
M. anisoplae (kontrol)
|
5
|
14,37
|
16,12
|
18,37
|
20,62
|
23
|
25,37
|
26
|
30,12
|
31,87
|
3
|
Media
uji 1
|
5
|
8,75
|
14,37
|
18,12
|
20,25
|
24,12
|
24,50
|
26,87
|
28,25
|
29,37
|
4
|
Media
uji 2
|
5
|
7,5
|
11,75
|
15,12
|
19
|
24,12
|
28,25
|
30,75
|
33,5
|
35,87
|
5
|
Media
uji 3
|
5
|
11,37
|
17,62
|
19,75
|
22,62
|
26,12
|
27,25
|
32
|
33,87
|
36,12
|
6
|
Media
uji 4
|
5
|
12
|
13,62
|
16,12
|
17,02
|
17,5
|
18,37
|
19,62
|
20,5
|
22,25
|
7
|
Media
uji 5
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
8
|
Media
uji 6
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
5,75
|
9
|
Media
uji 7
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
10
|
Media
uji 8
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
Keterangan:
- Media uji 1 dan 2 yaitu PDA yang telah dicampurkan mimba dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan B. bassiana
- Media uji 3 dan 4 yaitu PDA yang telah dicampurkan mimba dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan M. anisopliae
- Media uji 5 dan 6 yaitu PDA yang telah dicampurkan serai wangi dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan B. bassiana
- Media uji 7 dan 8 yaitu PDA yang telah dicampurkan serai wangi dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan M. anisopliae

Gambar
3. Tingkat pertumbuhan rata-rata harian diameter koloni B. bassiana dan M. anisopliae
|
|
![]() |
|||
![]() |
|||
Gambar
4. Pertumbuhan entomopatogen pada hari kesepuluh (kontrol)
(a).
M. anisopliae (b). B. bassiana
3.1.4
Pengamatan jumlah spora B. bassiana dengan M.
anisopliae pada media PDA
Tabel
3. Rata-rata jumlah spora B. bassiana
dengan M. anisopliae
NO
|
PERLAKUAN
|
JUMLAH SPORA
|
1
|
Beauveria bassiana
|
3,688 X 108
|
2
|
Metarhizium anisopliae
|
6,504 X 108
|
3
|
Media 1
|
1,344 X 108
|
4
|
Media 2
|
0,896 X 108
|
5
|
Media 3
|
1,776 X 108
|
6
|
Media 4
|
1,440 X 108
|
7
|
Media 5
|
0
|
8
|
Media 6
|
0
|
9
|
Media 7
|
0
|
10
|
Media 8
|
0
|
Keterangan:
Penghitungan
spora di ambil dengan dua kali pengenceran.
- Media uji 1 dan 2 yaitu PDA yang telah dicampurkan mimba dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan B. bassiana
- Media uji 3 dan 4 yaitu PDA yang telah dicampurkan mimba dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan M. anisopliae
- Media uji 5 dan 6 yaitu PDA yang telah dicampurkan serai wangi dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan B. bassiana
- Media uji 7 dan 8 yaitu PDA yang telah dicampurkan serai wangi dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan M. anisopliGrafik 2. Tingkat kerapatan spora B. bassiana dengan M. anisopliae pada media PDA
![]() |
.
bassiana dan M.
anisopliae
*setiap hasil kerapatan pada grafik
dikali (X 108)
Dikarenakan B pada PDA+serai wangi tidak tumbuh maka
kerapatan spora B. bassiana dan M. anisopliae
yang dihitung hanya pada media PDA+ mimba.
Pada tabel dan grafik menunjukan bahwa
kerapatan spora yang paling tinggi berturut-turut yaitu adalah M.anisopliae (kontrol) sebesar 6,504 X 108, B.
bassiana (kontrol) 3,688 X 108, M.anisopliae +
Mimba 5ml sebesar 1,776 X 108, M.anisopliae + Mimba 5ml sebesar 1,776 X 108, M.anisopliae + Mimba 10ml sebesar 1,440 X
108, B. bassiana +
Mimba 5ml sebesar 1,344 X 108, B.bassiana + Mimba 10ml sebesar 0,896 X
108. Rumus yang digunakan dalam perhitungan jumlah spora
adalah :
|

n x 0,25
keterangan
: S
= Jumlah spora
t
= Jumlah spora yang dihitung
d
= Tingkat pengenceran


Gambar
3. Kerapatan spora (a). M. anisopliae
(b). B. bassiana
3.1.5
Aplikasi
Deltametrin, B.bassiana, dan M.anisopliae pada Spodoptera litura
Aplikasi ini dimulai
dengan memisahkan Spodoptera litura
kemasing-masing tempat untuk lima perlakuan yaitu kontrol, Beauveria cair, Beauveria
tepung, M.anisopliae, dan deltametrin.
Masing-masing perlakuan ada 5 ulangan,
sehingga ulat yang dipisahkan untuk satu perlakuan ada 50 ulat instar
3-4 dengan 1 ulangan ada 10 ulat. Total seluruh ulat Spodoptera litura untuk lima perlakuan dan lima ulangan yaitu 250 ulat. Setelah dipersiapkan ulatnya untuk
semua perlakuan maka dilakukan aplikasi pada ulat yaitu kontrol, Beauveria cair, Beauveria tepung, M.anisopliae,
dan deltametrin dengan cara penyemprotan langsung pada abdomen ulat kemudian
setelah aplikasi maka diberi makan daun talas yang telah dipotong secukupnya.
Kemudian langkah selanjutnya lakukan pengamatan pada deltametrin yaitu 1,
3,6 jam setelah aplikasi, pengamatan kembali dilakuan pada hari esoknya
sampai pengamatan hari ketujuh, setiap
pengamatan ditambahkan makanan pada ulat.

Gambar
4. Tempat pemeliharaan Spodoptera
litura saat akan di aplikasi
3.1.6
Pengamatan
aplikasi Deltametrin, B.bassiana, dan M.anisopliae pada Spodoptera litura
Tabel
4. Tingkat kematian Spodoptera litura
setelah mengaplikasikan deltametrin jam ke-
No
|
Perlakuan
|
Persentase (%) Pengamatan jam ke-
|
||
1
|
3
|
6
|
||
1
|
DELTAMETRIN
|
48
|
84
|
86
|

Tabel
5. Tingkat kematian Spodoptera litura
oleh B.bassiana,
M.anisopliae, dan deltametrin pada hari ke-
NO
|
PERLAKUAN
|
PERSENTASE HARI KE- (%)
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
1
|
Beauveria Cair
|
22
|
48
|
62
|
76
|
82
|
84
|
86
|
2
|
Beauveria Tepung
|
6
|
8
|
34
|
54
|
62
|
68
|
72
|
3
|
Metarhizium
|
20
|
46
|
60
|
74
|
82
|
84
|
84
|
4
|
Deltametrin
|
96
|
96
|
96
|
100
|
100
|
100
|
100
|
5
|
Kontrol
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Grafik
4. Tingkat kematian Spodoptera litura
oleh B.bassiana, dan M.anisopliae dari hari pertama sampai hari ketujuh

Pada persentase pengamatan tingkat
kematian aplikasi deltametrin jam pertama sebesar 48%, jam ketiga sebesar 84%,
dan jam keenam sebesar 86%. Pada pengamatan hari pertama tingkat kematian oleh
deltametrin sebesar 96% hingga pada hari
keempat mencapai 100%. Persentase pengamatan tingkat kematian oleh Beauveria cair berturut-turut hingga
hari ketujuh yaitu sebesar 22%, 48%, 62%, 76%, 82, 84, dan 86%. Sedangkan
persentase pengamatan tingkat kematian oleh Beauveria
tepung berturut-turut sampai pengamatan hari ketujuh yaitu 6%, 8%, 34%, 54%,
62%, 68%, 72%. Untuk persentase pengamatan tingkat kematian oleh Metarhizium berturut-turut sampai
pengamatan hari ketujuh yaitu 20%, 46%, 60%, 74%, 82%, 84%, 84%.
![]() |
![]() |
Gambar
5. Tingkat kematian Spodoptera litura oleh; (a). M.
anisopliae
(b).
B. bassiana
3.2. Pembahasan
Tabel 2 menunjukan
bahwa B. bassiana dan M. anisopliae tidak kompatibel dengan
pestisida nabati serai wangi, tetapi
kompatibel dengan pestisida mimba, hal ini dapat dilihat dari tingkat
pertumbuhan diameter koloni B. bassiana dan M. anisopliae. Pada hari kesepuluh
diameter koloni yang paling tinggi dibandingkan dengan kontrol B. bassiana dan M. anisopliae adalah diameter Mimba+ M. anisoplae 5 ml sebesar 36,12. Penghitungan diameter koloni untuk
M. anisopliae kurang efektif
dikarenakan M. anisopliae tingkat
pertumbuhannya memencar yang seharusnya jika pertumbuhannya sama dengan pola B.bassiana maka diameter koloninya dapat
dinilai lebih tinggi lagi dari 36,12. Pada data diameter koloni tidak diketahui
pasti konsentrrasi mana yang terbaik antara konsentrasi pestisida nabati mimba
5 ml dan dan 10 ml untuk pertumbuhan B. bassiana dan M. anisopliae , hal ini dikarenakan diameter koloni B.bassiana
tertinggi pada konsentrasi 10 ml sedangkan M.anisopliae
tertinggi
pada konsentrasi 5 ml.
Selain
diameter koloni yang diukur, kerapatan spora juga diukur yang dapat dilihat pada
tabel 3. Dibandingkan dengan kontrol
B. bassiana yang besarnya 6,504 X 108 dan
M. anisopliae 3,688 X 108, nilai
kerapatan spora pada metarhizium+mimba 5 ml yang paling besar yaitu 1,776 X 108.
Pada tabel menunjukkan konsentrasi terbaik pestisida nabati mimba untuk
pertumbuhan B. bassiana dan M. anisopliae
yang tepat untuk digunakan adalah
konsentrasi 5 ml karena pada konsentrasi tersebut kerapatan spora dari keduanya
menunjukkan nilai yang berpengaruh dibandingkan konsentrasi 10 ml.
Untuk nilai
kerapatan spora B.
bassiana dan M.
anisopliae yang ditumbuhkan di media PDA+pestisida nabati dibandingkan nilai kontrol, tingkat viabilitas cenderung
sedikit menurun tetapi dari segi ekonomi akan menguntungkan jika pestisida
nabati mimba diaplikasikan bersamaan dengan entomopatogen, hal ini dikarenakan
penghematan biaya aplikasi yang seharusnya dua kali aplikasi untuk pestisida
nabati kemudian entomopatogen, tetapi diaplikasikan sekali dalam waktu yang
bersamaan dan keduanya tetap efektif untuk mengendalikan hama.
Pada
aplikasi entomopatogen untuk menguji efektifitasnya maka dibandingkan dengan
pestisida kimia yaitu deltametrin, hasil dari aplikasi ini menunjukkan tingkat
kematian oleh deltametrin (tabel 4) pada jam ke enam mencapai 86% dan hari
keempat mencapai 100%. Dibandingkan dengan tingkat kematian yang disebabkan
oleh B. bassiana dan M. anisopliae tingkat kematian nya pada
hari keempat sebesar 76% dan 74%. Pada hari ketujuh persentasenya mencapai 86%
dan 84%. Dapat disimpulkan bahwa B. bassiana
dan M. anisopliae adalah
entomopatogen yang dapat mengendalikan Spodoptera
litura walaupun tingkat kematiannya relatif lama tetapi ramah lingkungan
dibandingkan deltametrin.
Mortalitas S.litura yang
disebabkan oleh B.bassiana dan
M.anisopliae terus terjadi peningkatan setiap harinya. Peningkatan jumlah mortalitas ini dapat
terjadi apabila antara larva dengan spora cendawan terjadi kontak. Pada saat terjadi kontak, spora membentuk
tabung kecambah dan mensekresikan enzim untuk melunakkan kutikula larva
sehingga spora dapat menembus masuk ke dalam tubuh larva. Pertumbuhan spora dalam tubuh larva dapat
menyebabkan terganggunya seluruh aktivitas organ dan berakibat pada kematian
larva.
Pada hasil pengamatan mortaliatas dari semua perlakuan penggunaan
entomopatogen tidak ada yang mencapai 100%, larva-larva yang masih hidup
setelah pengamatan tujuh hari terus mengalami pertumbuhan, diduga larva
tersebut memiliki tingkat ketahanan yang tinggi. Faktor yang memepengaruhi ketahanan
larvaantara lain adalah umur (instar), semakin bertambahnya umur (instar) maka
semakin sulit bagi cendawan untuk melakukan infeksi karena struktur jaringan
pada larva I akan mengalami perubahan saat tumbuh menjadi instar berikutnya.
Penelitian
Yurham (2008) menunjukkan bahwa aplikasi
cendawan B. bassiana pada larva Spodoptera sp. instar III dengan konsentrasi 106
konidia/ml menghasilkan mortalitas larva sebesar 35 % dan pada konsentrasi 109
konidia/ml mortalitas larva mencapai 80%. Salah satu keuntungan penggunaan cendawan B.
bassiana sebagai bioinsektisida adalah cendawan ini relatif mudah
diperbanyak (diproduksi) pada berbagai jenis media (substrat).
Ulat
grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama penting pada
tanaman kedelai. Kehilangan
hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 85%, bahkan dapat menyebabkan
kegagalan panen (puso). Sampai
saat ini pengendalian S. litura masih mengandalkan insektisida kimia,
dan cara ini berdampak buruk terhadap fungsi dan kelangsungan hidup musuh alami
seperti parasitoid dan predator.
IV. KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Pestisida
nabati mimba memiliki toksisitas dengan B.
bassiana dan M.
anisopliae sedangkan pestisida nabati serai wangi tidak toksik dengan
entomopatogen tersebut.
2. Perbandingan toksisitas pestisida nabati mimba dan serai wangi dengan B. bassiana dan M. anisopliae ditunjukan dengan
persentase diameter koloni dan kerapatan spora. Dikarenakan serai wangi tidak
toksik dengan entomopatogen tersebut sehingga persentase nilainya 0%.
3. Cendawan
B. bassiana dan M. anisopliae terbukti patogenik
dalam mengendalikan Spodoptera litura.
4. Perbandingan
patogenisitas dalam mengendalikan Spodoptera
litura ditunjukkan dengan tingkat kematiannya oleh B. bassiana pada hari ketujuh sebesar 86% sedangkan oleh M. anisopliae sebesar 84%.
5.2 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut, kompatibilitas
antara pestisida nabati serai wangi dan mimba dengan entomopatogen B. bassiana dan M. anisopliae dengan pembuktian
aplikasi pada serangga hama tertentu, serta keefektifan B. bassiana dan M. anisopliae
dalam mengendalikan Spodoptera litura.
DAFTAR PUSTAKA
Fardaniyah, F.2007. Pengaruh Pemberian Minyak Serai Wangi (Cymbopogon.
nardus [L] Rendle) Terhadap Infestasi Lalat Hijau(Chrysomya
megacephala [Fab]). Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Riza, V.T., dan Gayatri. 1998. Laporan
pelaksanaan kegiatan observasi residu pestisida pada tanaman sauran (kubis dan
cabe) di Propinisi Sumatera Barat, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura II Wilayah Sumatera Barat, Riau dan Jambi.
Prasasya, A. 2008. Uji efikasi Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana Balsamo dan Metarrhizium
anisopliae (Metch) Sorokin terhadap Mortalitas Larva phragmatoecia castanae Hubner di Laboratorium. Universitas Sumatra
Utara. Medan.
Prayogo, Y. 2005. Prospek
Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat
Grayak spodoptera litura pada Kedelai . Balai Penelitian Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian. Malang.
Sarjan, M. 2007. Potensi
Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama pada Budidaya Sayuran
Organik. Universitas Mataram. Lombok.
Sudarmo,
S. 1991. Pestisida, Kanisius, Jogjakarta.
Surtikanti. 2005. Keefektifan
entomopatogenik Beuveria bassiana
Vuill. Dari Berbagai Media tumbuh terhadap spodoptera litura F. (Lepidoptera:
Noctuidae) Di Laboratorium.
Trizelia. 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana Bals. Vuill. (Deuteromycotina:
Hyphomycetes): Keragaman Genetik,
Karakteristik Fisiologis, dan Virulensinya Terhadap Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Online: http://repository.ipb.ac.id.
Diakses pada tanggal 17 Juli 2013.
Willis, M. 2010.Formulasi pestisida nabati berbahan aktif eugenol,
sitronela, sinamoldehid, curcumin dan xanthorizol yang efektif menekan Conopomorpha cramerella dan Helopelthis sp. Pada kakao (40-50%) dan
tidak membunuh musuh alaimi. Balitro.Bogor
LAMPIRAN
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT penulis
panjatkan atas segala rahmat, karunia, dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Praktik Umum yang telah dilaksanakan di Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan in
terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan laporan ini.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis baik dalam melakukan penulisan laporan maupun dalam
melaksanakan praktik umum, yaitu kepada :
- Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
- Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.S. selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Universitas Lampung.
- Bapak Dr. Ir. Dono Wahyuno, M.Sc. selaku Kepala KELTI Hama dan Penyakit BALITTRO.
- Ibu Ir. Mahrita Willis, M.Sc. selaku Pembimbing Lapang atas bimbingan, krititk, saran, ilmu, nasehat dan fasilitas yang diberikan selama penulis melakukan Praktik Umum di BALITTRO.
- Bapak Tri Eko Wahyono, SP, PG.Dip selaku Pembimbing Lapang atas bimbingan, krititk, saran, ilmu, nasehat dan fasilitas yang diberikan selama penulis melakukan Praktik Umum di BALITTRO.
- Bapak Ir. Nuryasin, M.S. selaku dosen pembimbing praktik umum atas ilmu, bimbingan, nasehat, bantuan dan saran selama pelaksanaan praktik umum.
- Ibu Dr. Suskandini Ratih D, M.S selaku Panitia Praktik Umum atas segala saran dan dukungannya
- Ayahanda Jamal Mirda dan Ibunda Irawati tercinta atas doa, kasih sayang, kesabaran dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menggapai cita-cita.
- Kakanda Iwan Mirda, Indra Mirda, Ibrahim Mirda, Imron Mirda dan yunda Mastika, Farida Yulia, Yunaini, Rosma Wati serta adikku Irfan Mirda dan keponakan-keponakan tercinta yang selalu memberikan bimbingan, semangat, canda tawa dan prinsip pantang menyerah.
- Teman- teman seperjuangan di BALITTRO Rully Pebriansyah, Ferdy Furwandriya, Andi Irwansyah, Septia Hasanah, dan Anis Juli Astuti atas kerjasama dan kebersamaannya.
- Teman- teman AGT 2009, 2010, 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga ALLAH SWT membalas semua kebaikan yang telah
diberikan, dan semoga Laporan praktik Umum ini bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung,
Agustus 2013
Siti Jarlina
![]() |
|
|
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|
|||||
![]() |
|||||
|
![]() |
|||
|
LEMBAR
PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK UMUM
Judul : Toksisitas Pestisida Nabati
(Serai Wangi dan Mimba)
dengan Entomapatogen (Beauveria bassiana dan
Metarhizium
anisopliae) dan Patogenisitas Entomapatogen
terhadap Spodoptera
litura.
Nama :
Siti Jarlina
NPM :
1014121171
Jurusan/PS :
Agroekoteknologi / Hama Penyakit Tumbuhan
Tanggal Persetujuan :
Menyetujui,
Pembimbing Lapang Dosen Pembimbing,
Ir. Mahrita Willis, M.Sc. Ir. Nuryasin, M.S
NIP. 195902121983032001 NIP. 195910091986031002
Mengetahui,
Ketua Jurusan/Program Studi Dekan Fakultas Pertanian
Agroekoteknologi Universitas Lampung
Dr.Ir.Kuswanta F. Hidayat Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.
NIP.
196411191989031001 NIP. 196108261987021001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar