Rabu, 19 Oktober 2016

toksisitas pestisida nabati dan jamur entomopatogen terhadap spodoptera (laporan praktik umum agroteknologi pertanian unila)



TOKSISITAS PESTISIDA NABATI (Serai Wangi dan Mimba) TERHADAP PERTUMBUHAN ENTOMOPATOGEN (Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae) DAN PATOGENISITAS ENTOMOPATOGEN TERHADAP Spodoptera litura

 (Laporan Praktik Umum )





Oleh
SITI JARLINA









FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013


I.  PENDAHULUAN


1.1  Latar belakang

Usaha produksi pertanian tidak akan terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman khususnya hama.  Hama merupakan salah satu masalah yang penting karena hama mampu menurunkan produksi secara signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.  Pengendalian hama pada tingkat petani umumnya menggunakan insektisida kimia, tetapi dalam penggunaannya insektisida kimia akan meninggalkan residu bagi lingkungaan, mengganggu kesehatan manusia dan bahkan organisme lain bukan target (Sarjan, 2007).

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan agensia hayati yang ramah lingkungan  seperti Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae.  Menurut Trizelia (2005) B.bassiana adalah cendawan yang memiliki inang terbanyak di bandingkan dengan cendawan yang lainnya serta mampu menginfeksi hama tanaman dari berbagai stadia.

Menurut Dinata (2006) B. bassiana memiliki spektrum yang luas karena
dapat mengendalikan banyak hama, salah satunya adalah Spodoptera sp.


Kematian yang terjadi pada serangga  mula-mula pH meningkat, terjadi penggumpalan, dan terhentinya peredaran darah serta merusak saluran pencernaan, otot, system syaraf, dan pernapasan dan akhirnya serangga mati. Hal tersebut dikarenakan B. bassiana memiliki toksik seperti beauverisin, baeuverilit, bassianalit, isorilit dan asam oksalat (Mahr, 2003 dalam Anindhita P, 2008).

M. anisopliae memiliki spektrum yang luas dan dapat menginfeksi lebih dari 100 spesies dari beberapa ordo serangga seperti scapteriscus sp, semut api, salenopsis invecta, larva kumbang seperti Oryctes rhinoceros , Phyllophaga sp, dan Cetina nitida (Prayogo, 2005).  M. anisopiae  berbeda caranya dalam mematikan hama, cendawan ini melakukan penetrasi ke tubuh serangga melalui dinding tubuh di antara kapsul kepala dan toraks serta di antara ruas-ruas tubuh.  Mekanisme penetrasi dimulai dengan pertumbuhan spora pada kutikula, selanjutnya hifa mengeluarkan enzim yang membantu dalam menguraikan kutikula serangga. Penetrasi kutikula umumnya berlangsung selama 12-24 jam (Prayogo, 2005).

Selain entomopatogen dapat pula digunakan pestisida nabati untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah mimba dan serai wangi.  Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan anggota Meliaceae dengan bahan aktif utama azadirachtin (limonoid). Tanaman ini tersebar di daratan India.  Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di sekitar Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur).  Senyawa aktif dari tanaman ini memiliki aktivitas insektisida, antifidan dan penghambat perkembangan (Scmutterer & Singh 1995) serta berpengaruh terhadap reproduksi berbagai serangga (Schmutterer & Rembold 1995).  Senyawa kimia yang terdapat dalam biji mimba (A. indica) terdiri atas campuran empat senyawa utama yang aktif sebagai insektisida dan termasuk dalam kelompok triterpen diantaranya adalah Azadirachtin (C35H44O6), salanin,mehantriol, nimbin dan nimbidin.  Pengaplikasian di lapangan konsentrasi 3% biji mimba dapat mengendalikan sekitar 200 jenis hama, diantaranya ulat pemakan daun Achea janata dan ulat grayak (Kardinan, 2006).
Serai wangi mengandung senyawa bahan aktif utama yang dihasilkan adalah senyawa aldehida (sitronella C10 H16 O) sebesar 30- 45 %, senyawa alkohol (sitronella C10H20O dan geraniol C10 H18O) sebesar 55-65%, dan senyawa–senyawa lainnya seperti sitral, nerol, metil heptenon dan dipentena (Yunus, 2007).  
Menurut Harris (1987) menyatakan bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant) saat kontak dengan serangga, sehingga serangga kehilangan cairan terus menerus.  Oleh karena itu perlu dikaji toksisitas pestisida nabati terhadap pertumbuhan entomopatogen dan patogenisitas entomopatogen terhadap S. litura.

1.2  Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan praktek umum ini adalah :
1.    Mengetahui toksisitas pestisida nabati terhadap pertumbuhan entomopatogen  (B.bassiana dan M. anisopliae)
2.    Mengetahui patogenisitas entomopatogen (B.bassiana dengan M.anisopliae) terhadap Spodoptera litura.


1.3  Waktu dan tempat

Kegiatan praktik umum ini dilaksanakan dari tanggal 1 Juni  sampai dengan tanggal 31 Juli 2013 di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Cimanggu, Bogor, Jawa Barat.

1.4  Metode pelaksanaan

Metode pelaksanaan kegiatan praktik umum yang dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) adalah :
  1. Diskusi dan wawancara dengan pembimbing lapang mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan praktik umum di BALITRO.
  2. Praktik umum sesuai dengan yang ada di BALITRO yaitu isolasi jamur B.bassiana  dan M. anisopliae pada media jagung.
  3. Isolasi jamur B.bassiana  dan M. anisopliae pada media PDA yang telah dicampurkan dengan pestisida nabati yaitu serai wangi dan mimba.
  4. Mengaplikasikan entomopatogen Beauveria bassiana dengan Metarhizium anisopliae  terhadap Spodoptera litura.
  5. Pengamatan dan pengambilan data secara langsung.
  6. Menghitung spora Beauveria bassiana dengan Metarhizium anisopliae  yang telah ditumbuhkan pada media PDA.
  7. Studi pustaka mengenai hal - hal yang berkaitan dengan kegiatan praktik umum.



II.  KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI
PRAKTIK UMUM



2.1 Lokasi

Lokasi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) berada di Jalan Tentara Pelajar No. 3 A Cimanggu, Bogor. Jawa Barat.

2.2 Organisasi dan Tata Kerja

2.2.1 Struktur Organisasi

Berdasarkan surat keputusan (SK) Menteri Pertanian No. 06/Permentan/OT.140/3/2006 Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik secara struktural menjadi Balai Penelitian Tanamana Rempah dan Obat (Balitro) yang merupakan Lembaga Penelitian eselon IIIa di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Depertemen pertanian Republik Indonesia.

Dalam melaksanakan tugasnya balai ini dipimpin oleh seorang kepala balai yang dibantu oleh tiga pejabat eselon IVa, yaitu Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pelayanan Teknis, dan Kepala Seksi Jasa Penelitian. Disamping ketiga pejabat


eselon IVa tersebut, dalam melaksanakan tugas sehari-hari Kepala Balai di bantu oleh Koordinator Program yang mengkoordinir empat kelompok program komoditas.

2.2.2 Tata Kerja

Tata kerja di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat secara terstruktur telah terbagi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan yang harus dijalankan. Kepala Balai mempunyai tugas pokok untuk menghasilkan paket teknologi pengembangan tanaman obat dan aromatik dengan membentuk sebuah tim penyusun rencana program balai.

Tugas pokok Kepala Sub Bagian Tata Usaha adalah melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, surat-menyurat, rumah tangga, dan perlengkapan agar kegiatan balai dapat terlaksana dengan lancar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kepala Seksi Pelayanan Teknis mempunyai tugas pokok mengawasi pemanfaatan peralatan dan lahan percobaan untuk kelancaran pelakasanaan penelitian, serta menyiapkan rencana kebutuhan perawatan sarana dan prasarana penelitian yang spesifik. Sedangkan tugas pokok dari kepala seksi jasa penelitian adalah mengkoordinasi dan mengawasi kinerja dari pekerja jasa penelitian yang lingkup pekerjaannya yaitu membantu penelitian para peneliti agar programnya sukses. Kelompok peneliti juga mempunyai tugas pokok yaitu merumuskan serta menjalankan program penelitian yang telah menjadi kebijakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan melakukan percobaan dan pengamatan, studi pustaka, seminar, lokakarya dilanjutkan dengan penyebaran hasil penelitian dan


mempublikasikannya kepada masyarakat luas melalui media masa agar hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh orang banyak.

2.2.3 Lingkup Kegiatan / Usaha
Pelaksanaan tugas penelitian secara operasional dilakukan atas dasar dua kelompok komoditi yaitu :
1.    Kelompok tanaman rempah dan obat
2.    Kelompok tanaman rempah dan industri

Semua kegiatan operasional ini dilaksanakan dalam bentuk Rencana Kegiatan Penelitian Tingkat Peneliti (RPTP), dan judul penelitian. Perencanaan teknis penelitian dilakukan oleh anggota program. Sedangkan pelaksanaan operasional penelitian dikaitkan pada masing-masing disiplin ilmu. Dalam hal ini kelompok-kelompok peneliti (Pemuliaan, Plasma Nutfah, dan Perbenihan, Hama dan Penyakit serta Ekofisiologi.

Seluruh kegiatan yang telah menjadi kebijakan, kemudian dilaksanakan oleh Balitro dengan melakukan berbagai penelitian. Hal ini bertujuan untuk pengembangan komoditas tanaman obat dan aromatik. Adapun sasaran-sasaran yang dicapai oleh Balittro adalah sebagai berikut :
  1. Peningkatan tugas dan fungsi sosial ekonomi
-          Membantu meningkatkan pendapatan petani dan perkebunan rakyat.
-          Mempertinggi penyerapan tenaga kerja



  1. Sumber pendapatan negara
-          Meningkatkan hasil devisa
-          Penyediaaan bahan baku tanaman obat dan aromatik untuk industri dalam
       negeri.

Hasil penelitian disalurkan kepada pengguna, dalam hal ini petani, penyuluh pertanian, akademisi, mahasiswa dan masyarakat umum. Tujuan penyebaran informasi hasil-hasil penelitian Tanaman Rempah dan Obat (TRO) adalah agar proses difusi dan adopsi teknologi kepada pengguna berlangsung cepat sehingga produktivitas TRO meningkat dan agroindustri yang berbahan baku TRO lebih berkembang. Penyebaran  hasil penelitian dan pengembangannya dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung penyebarannya dilakukan melalui tatap muka seperti temu tugas, temu usaha, temu lapang, temu wicara, seminar, loka karya, ekspos, kursus, dan pameran. Sedangkan secara tidak langsung, hasil penyebaran dilakukan melalui media massa, buletin penelitian tanaman rempah dan obat, edisi khusus tanaman rempah dan obat, warta Balitro, pamflet, broklet, panel, dan sirkuler. Disamping melalui media massa, penyebaran informasi Balitro juga dikembangkan melalui media elektronik atau digital seperti : VCD, CD, dan website dengan alamat http:/www.balittro.go.id


. III.  HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil kegiatan
Kegiatan praktik umum di laboratorium Balai Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) meliputi beberapa kegiatan antara lain pembuatan media jagung, isolasi B. bassiana dan M. anisopliae pada media jagung, pembuatan media PDA   yang dicampurkan pestisida nabati serai wangi dan mimba dengan konsentrasi pestisida nabati 10% dan 20%, isolasi jamur B. bassiana dan M. anisopliae pada PDA.

Kegiatan terakhir yaitu aplikasi entomopatogen B. bassiana dan M. anisopliae terhadap Spodoptera litura dengan metode semprot dengan masing-masing perlakuan yaitu kontrol, disemprot dengan Beauveria cair, Beauveria tepung, M.anisopliae, dan deltametrin sebagai pembanding antara pengendalian secara hayati dan pengendalian menggunakan insektisida kuimia. Pengambilan data dilakukan  secara langsung yaitu pengamatan diameter koloni B. bassiana dan M. anisopliae yang telah diisolasi, penghitungan jumlah spora B. bassiana dan M. anisopliae.

3.1.1 Pembuatan media jagung
Jagung yang dibutuhkan dalam pembuatan media sebanyak 2 kg. Jagung kemudian dikukus sampai matang dan ditiriskan sampai dingin. Setelah dingin kemudian dibungkus sebanyak 5 sendok makan jagung kedalam plastik anti panas berwarna


d)
 
a)
 
putih. Setelah dibiarkan selama 24 jam kemudian diisolasi dengan B. bassiana dan M. anisopliae. Media jagung yang telah ditumbuhi  B. bassiana dan M. anisopliae secara penuh maka siap untung digunakan untuk pengaplikasian
c)
 
b)
 
.






Gambar 1.  Media jagung yang telah dikukus (a). Media jagung yang telah dimasukkan kedalam plastik anti panas (b). media jagung yang telah ditumbuhi B. bassiana (c). media jagung yang telah ditumbuhi M.anisopliae (d).



3.1.2 Pembuatan media PDA + pestisida nabati dan diisolasi dengan entomopatogen
Tabel 1. Pembuatan media PDA
NO
PERLAKUAN
UNTUK UJI
KETERANGAN
1
PDA 50 ml
B. bassiana
Kontrol
2
PDA 50 ml
M. anisoplie
Kontrol
3
PDA 50 ml +  Mimba 5 ml
B. bassiana
Media uji 1
4
PDA 50 ml +  Mimba 10 ml
B. bassiana
Media uji 2
5
PDA 50 ml +  Mimba 5 ml
M. anisoplie
Media uji 3
6
PDA 50 ml +  Mimba 10 ml
M. anisoplie
Media uji 4
7
PDA 50 ml +  Serai wangi 5 ml
B. bassiana
Media uji 5
8
PDA 50 ml +  Serai wangi 10 ml
B. bassiana
Media uji 6
9
PDA 50 ml +  Serai wangi 5 ml
M. anisoplie
Media uji 7
10
PDA 50 ml +  Serai wangi 10 ml
M. anisoplie
Media uji 8
Keterangan tabel 1 :
1.    5 ml  menjadi 55 ml larutan
2.    10 ml menjadi 60 ml larutan
Sehingga PDA 50 ml, 55 ml, dan 60 ml yang masing-masing digunakan untuk 5 cawan petri.

Kegiatan pembuatan media ini dengan dua pestisida nabati, dua tingkat konsentrasi, dan dua entomopatogen. Hal ini dilakukan bertujuan untuk  melihat pertumbuhan cendawan B. bassiana dan M. anisopliae pada media PDA yang telah dicampurkan pestisida nabati dengan masing-masing konsentrasi 10% dan 20%.
Langkah pertama yang dilakukan dalam kegiatan pembuatan media PDA ialah memanaskan media PDA yang telah disediakan sebelumnya sebannyak 400 ml.                                                 Setelah media tersebut cair dituangkan kedalam 5 erlenmeyer yang masing-masing isinya 80 ml. Tahap selanjutnya 5 erlenmeyer dibedakan masing-masing perlakuannya maka setelah itu masing-masing dituang kembali ke dalam 8 cawan petri yang berarti ada 10 perlakuan termasuk kontrol dan 4 ulangan sehingga menunjukkan total cawan petri berjumlah 40.

Untuk perlakuan tersebut erlenmeyer pertama menjadi kontrol, erlenmeyer kedua dicampurkan dengan mimba 5 ml, erlenmeyer ketiga dicampurkan dengan mimba   10 ml, erlenmeyer keempat dicampurkan dengan serai wangi 5 ml, erlenmeyer kelima dicampurkan dengan serai wangi 10 ml. Setelah media padat maka segera diisolasi   B. bassiana dengan M. anisopliae dengan masing-masing perlakuan, kemudian cawan petri diberi label dan dibungkus plastik putih anti panas.










 





Gambar 2. Pembuatan media PDA dan inokulasi (a). Pembuatan media PDA
 (b). Inokulasi B. bassiana dan M.anisopliae pada PDA


3.1.3   Hasil pengamatan diameter koloni  B. bassiana dengan M. anisopliae pada media PDA
Tabel 2. Rata-rata harian diameter koloni B. bassiana dan M. anisopliae
NO
PERLAKUAN
RERATA DIAMETER KOLONI (mm) HARI KE-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
B. bassiana (kontrol)
7,25
10,75
13,25
17,5
22
24,37
28,62
36
34,75
36,75
2
M. anisoplae (kontrol)
5
14,37
16,12
18,37
20,62
23
25,37
26
30,12
31,87
3
Media uji 1
5
8,75
14,37
18,12
20,25
24,12
24,50
26,87
28,25
29,37
4
Media uji 2
5
7,5
11,75
15,12
19
24,12
28,25
30,75
33,5
35,87
5
Media uji 3
5
11,37
17,62
19,75
22,62
26,12
27,25
32
33,87
36,12
6
Media uji 4
5
12
13,62
16,12
17,02
17,5
18,37
19,62
20,5
22,25
7
Media uji 5
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
8
Media uji 6
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
5,75
9
Media uji 7
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
10
Media uji 8
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Keterangan:

  1. Media uji 1 dan 2 yaitu PDA yang telah dicampurkan mimba dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan B. bassiana
  2. Media uji 3 dan 4 yaitu PDA yang telah dicampurkan mimba dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan M. anisopliae
  3. Media uji 5 dan 6 yaitu PDA yang telah dicampurkan serai wangi dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan B. bassiana
  4. Media uji  7 dan 8 yaitu PDA yang telah dicampurkan serai wangi dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan M. anisopliae


Gambar 3. Tingkat pertumbuhan rata-rata harian diameter koloni B. bassiana dan M. anisopliae

a)
 
b)
 
Dari data dan grafik yang diperoleh dapat dilihat bahwa tingkat pertumbuhan diameter yang paling tinggi yaitu B. bassiana (kontrol) sebesar 36.75 ml, dan pada media uji 3 yaitu PDA + Mimba konsentrasi sebesar 36.12 ml. sedangkan untuk pertumbuhan entomapatogen pada media yang dicampurkan dengan serai wangi baik konsentrasi 10%  atau 20% tidak menunjukkan pertumbuhan.








 





Gambar 4. Pertumbuhan entomopatogen pada hari kesepuluh (kontrol)
(a). M. anisopliae (b). B. bassiana

3.1.4   Pengamatan  jumlah spora B. bassiana dengan M. anisopliae pada media PDA
Tabel 3. Rata-rata jumlah spora B. bassiana dengan M. anisopliae
NO
PERLAKUAN
JUMLAH SPORA
1
Beauveria bassiana
3,688 X 108
2
Metarhizium anisopliae
6,504 X 108
3
Media 1
1,344 X 108
4
Media 2
0,896 X 108
5
Media 3
1,776 X 108
6
Media 4
1,440 X 108
7
Media 5
0
8
Media 6
0
9
Media 7
0
10
Media 8
0

Keterangan:
Penghitungan spora di ambil dengan dua kali pengenceran.

  1. Media uji 1 dan 2 yaitu PDA yang telah dicampurkan mimba dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan B. bassiana
  2. Media uji 3 dan 4 yaitu PDA yang telah dicampurkan mimba dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan M. anisopliae
  3. Media uji 5 dan 6 yaitu PDA yang telah dicampurkan serai wangi dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan B. bassiana
  4. Media uji  7 dan 8 yaitu PDA yang telah dicampurkan serai wangi dengan konsentrasi 10% dan 20% diisolasi dengan M. anisopliGrafik 2. Tingkat kerapatan spora B. bassiana dengan M. anisopliae pada media PDA


 






. bassiana dan M. anisopliae
*setiap hasil kerapatan pada grafik dikali (X 108)

Dikarenakan B pada PDA+serai wangi tidak tumbuh maka kerapatan spora  B. bassiana dan M. anisopliae yang dihitung hanya pada media PDA+ mimba.
Pada tabel dan grafik menunjukan bahwa kerapatan spora yang paling tinggi berturut-turut yaitu adalah M.anisopliae (kontrol) sebesar 6,504 X 108, B. bassiana (kontrol) 3,688 X 108, M.anisopliae + Mimba 5ml sebesar 1,776 X 108, M.anisopliae + Mimba 5ml sebesar 1,776 X 108, M.anisopliae + Mimba 10ml sebesar 1,440 X 108,  B. bassiana + Mimba 5ml sebesar 1,344 X 108,  B.bassiana + Mimba 10ml sebesar 0,896 X 108. Rumus yang digunakan dalam perhitungan jumlah spora adalah :


X 106
 
 
S =  t x d
        n x 0,25

keterangan :     S = Jumlah spora
t = Jumlah spora yang dihitung
d = Tingkat pengenceran
n = Jumlah kotak yang dihitung






Gambar 3. Kerapatan spora (a). M. anisopliae (b). B. bassiana


3.1.5   Aplikasi Deltametrin, B.bassiana, dan M.anisopliae pada Spodoptera litura
Aplikasi ini dimulai dengan memisahkan Spodoptera litura kemasing-masing tempat untuk lima perlakuan yaitu kontrol, Beauveria cair, Beauveria tepung, M.anisopliae, dan deltametrin. Masing-masing perlakuan ada 5 ulangan,  sehingga ulat yang dipisahkan untuk satu perlakuan ada 50 ulat instar 3-4 dengan 1 ulangan ada 10 ulat. Total seluruh ulat Spodoptera litura untuk lima perlakuan dan lima ulangan yaitu   250 ulat. Setelah dipersiapkan ulatnya untuk semua perlakuan maka dilakukan aplikasi pada ulat yaitu kontrol, Beauveria cair, Beauveria tepung, M.anisopliae, dan deltametrin dengan cara penyemprotan langsung pada abdomen ulat kemudian setelah aplikasi maka diberi makan daun talas yang telah dipotong secukupnya. Kemudian langkah selanjutnya lakukan pengamatan pada deltametrin yaitu 1, 3,6  jam setelah aplikasi,  pengamatan kembali dilakuan pada hari esoknya sampai pengamatan hari ketujuh,  setiap pengamatan ditambahkan makanan pada ulat.
 





Gambar 4. Tempat pemeliharaan Spodoptera litura saat akan di aplikasi



3.1.6   Pengamatan aplikasi Deltametrin, B.bassiana, dan M.anisopliae pada Spodoptera litura
Tabel 4. Tingkat kematian Spodoptera litura setelah mengaplikasikan deltametrin jam ke-
No
Perlakuan
Persentase (%) Pengamatan jam ke-
1
3
6
1
DELTAMETRIN
48
84
86

Grafik 3. Tingkat kematian Spodoptera litura oleh Deltametrin pada jam ke-






Tabel 5. Tingkat kematian Spodoptera litura oleh  B.bassiana, M.anisopliae, dan deltametrin  pada hari ke-
NO
PERLAKUAN
PERSENTASE HARI KE- (%)


1
2
3
4
5
6
7
1
Beauveria Cair
22
48
62
76
82
84
86
2
Beauveria Tepung
6
8
34
54
62
68
72
3
Metarhizium
20
46
60
74
82
84
84
4
Deltametrin
96
96
96
100
100
100
100
5
Kontrol
0
0
0
0
0
0
0





Grafik 4. Tingkat kematian Spodoptera litura oleh B.bassiana, dan M.anisopliae  dari hari pertama sampai hari ketujuh

 










Pada persentase pengamatan tingkat kematian aplikasi deltametrin jam pertama sebesar 48%, jam ketiga sebesar 84%, dan jam keenam sebesar 86%. Pada pengamatan hari pertama tingkat kematian oleh deltametrin sebesar  96% hingga pada hari keempat mencapai 100%. Persentase pengamatan tingkat kematian oleh Beauveria cair berturut-turut hingga hari ketujuh yaitu sebesar 22%, 48%, 62%, 76%, 82, 84, dan 86%. Sedangkan persentase pengamatan tingkat kematian oleh Beauveria tepung berturut-turut sampai pengamatan hari ketujuh yaitu 6%, 8%, 34%, 54%, 62%, 68%, 72%. Untuk persentase pengamatan tingkat kematian oleh Metarhizium berturut-turut sampai pengamatan hari ketujuh yaitu 20%, 46%, 60%, 74%, 82%, 84%, 84%. 







 







Gambar 5. Tingkat kematian Spodoptera litura oleh; (a). M. anisopliae
(b). B. bassiana

3.2. Pembahasan

Tabel 2 menunjukan bahwa B. bassiana dan M. anisopliae tidak kompatibel dengan pestisida nabati serai wangi, tetapi  kompatibel dengan pestisida mimba, hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan diameter koloni B. bassiana dan M. anisopliae. Pada hari kesepuluh diameter koloni yang paling tinggi dibandingkan dengan kontrol B. bassiana dan M. anisopliae adalah diameter Mimba+ M. anisoplae 5 ml sebesar 36,12. Penghitungan diameter koloni untuk M. anisopliae kurang efektif dikarenakan M. anisopliae tingkat pertumbuhannya memencar yang seharusnya jika pertumbuhannya sama dengan pola B.bassiana maka diameter koloninya dapat dinilai lebih tinggi lagi dari 36,12. Pada data diameter koloni tidak diketahui pasti konsentrrasi mana yang terbaik antara konsentrasi pestisida nabati mimba 5 ml dan  dan 10 ml untuk pertumbuhan B. bassiana dan M. anisopliae , hal ini dikarenakan diameter koloni B.bassiana tertinggi pada konsentrasi 10 ml sedangkan M.anisopliae
tertinggi pada konsentrasi 5 ml.
            Selain diameter koloni yang diukur, kerapatan spora juga diukur yang dapat dilihat pada tabel 3.   Dibandingkan dengan  kontrol B. bassiana yang besarnya 6,504 X 108 dan M. anisopliae 3,688 X 108, nilai kerapatan spora pada metarhizium+mimba 5 ml yang paling besar yaitu 1,776 X 108. Pada tabel menunjukkan konsentrasi terbaik pestisida nabati mimba untuk pertumbuhan B. bassiana dan M. anisopliae yang tepat untuk  digunakan adalah konsentrasi 5 ml karena pada konsentrasi tersebut kerapatan spora dari keduanya menunjukkan nilai yang berpengaruh dibandingkan konsentrasi 10 ml.
Untuk nilai kerapatan spora B. bassiana dan M. anisopliae yang ditumbuhkan di media PDA+pestisida nabati dibandingkan nilai kontrol, tingkat viabilitas cenderung sedikit menurun tetapi dari segi ekonomi akan menguntungkan jika pestisida nabati mimba diaplikasikan bersamaan dengan entomopatogen, hal ini dikarenakan penghematan biaya aplikasi yang seharusnya dua kali aplikasi untuk pestisida nabati kemudian entomopatogen, tetapi diaplikasikan sekali dalam waktu yang bersamaan dan keduanya tetap efektif untuk mengendalikan hama.
Pada aplikasi entomopatogen untuk menguji efektifitasnya maka dibandingkan dengan pestisida kimia yaitu deltametrin, hasil dari aplikasi ini menunjukkan tingkat kematian oleh deltametrin (tabel 4) pada jam ke enam mencapai 86% dan hari keempat mencapai 100%. Dibandingkan dengan tingkat kematian yang disebabkan oleh B. bassiana dan M. anisopliae tingkat kematian nya pada hari keempat sebesar 76% dan 74%. Pada hari ketujuh persentasenya mencapai 86% dan 84%. Dapat disimpulkan bahwa B. bassiana dan M. anisopliae adalah entomopatogen yang dapat mengendalikan Spodoptera litura walaupun tingkat kematiannya relatif lama tetapi ramah lingkungan dibandingkan deltametrin.

Mortalitas S.litura yang disebabkan oleh B.bassiana dan M.anisopliae terus terjadi peningkatan setiap harinya.  Peningkatan jumlah mortalitas ini dapat terjadi apabila antara larva dengan spora cendawan terjadi kontak.  Pada saat terjadi kontak, spora membentuk tabung kecambah dan mensekresikan enzim untuk melunakkan kutikula larva sehingga spora dapat menembus masuk ke dalam tubuh larva.  Pertumbuhan spora dalam tubuh larva dapat menyebabkan terganggunya seluruh aktivitas organ dan berakibat pada kematian larva.

Pada hasil pengamatan mortaliatas dari semua perlakuan penggunaan entomopatogen tidak ada yang mencapai 100%, larva-larva yang masih hidup setelah pengamatan tujuh hari terus mengalami pertumbuhan, diduga larva tersebut memiliki tingkat ketahanan yang tinggi.  Faktor yang memepengaruhi ketahanan larvaantara lain adalah umur (instar), semakin bertambahnya umur (instar) maka semakin sulit bagi cendawan untuk melakukan infeksi karena struktur jaringan pada larva I akan mengalami perubahan saat tumbuh menjadi instar berikutnya.

Penelitian Yurham (2008)  menunjukkan bahwa aplikasi cendawan B. bassiana pada larva Spodoptera sp. instar III dengan konsentrasi 106 konidia/ml menghasilkan mortalitas larva sebesar 35 % dan pada konsentrasi 109 konidia/ml mortalitas larva mencapai 80%.  Salah satu keuntungan penggunaan cendawan B. bassiana sebagai bioinsektisida adalah cendawan ini relatif mudah diperbanyak (diproduksi) pada berbagai jenis media (substrat).

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama penting pada tanaman kedelai.  Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 85%, bahkan dapat menyebabkan kegagalan panen (puso).  Sampai saat ini pengendalian S. litura masih mengandalkan insektisida kimia, dan cara ini berdampak buruk terhadap fungsi dan kelangsungan hidup musuh alami seperti parasitoid dan predator.



IV.  KESIMPULAN DAN SARAN


4.1   Kesimpulan
1.  Pestisida nabati mimba memiliki toksisitas dengan B. bassiana dan M. anisopliae sedangkan pestisida nabati serai wangi tidak toksik dengan entomopatogen tersebut.
2.  Perbandingan toksisitas  pestisida nabati mimba dan serai wangi dengan B. bassiana dan M. anisopliae ditunjukan dengan persentase diameter koloni dan kerapatan spora. Dikarenakan serai wangi tidak toksik dengan entomopatogen tersebut sehingga persentase nilainya 0%.
3.  Cendawan B. bassiana  dan M. anisopliae terbukti patogenik dalam mengendalikan Spodoptera litura.
4.   Perbandingan patogenisitas dalam mengendalikan Spodoptera litura ditunjukkan dengan tingkat kematiannya oleh B. bassiana pada hari ketujuh sebesar  86% sedangkan oleh M. anisopliae sebesar 84%.





5.2  Saran
Perlu penelitian lebih lanjut, kompatibilitas antara pestisida nabati serai wangi dan mimba dengan entomopatogen B. bassiana dan M. anisopliae dengan pembuktian aplikasi pada serangga hama tertentu, serta keefektifan B. bassiana dan M. anisopliae  dalam mengendalikan Spodoptera litura.


DAFTAR PUSTAKA


Fardaniyah, F.2007.  Pengaruh Pemberian Minyak Serai Wangi (Cymbopogon.
nardus [L] Rendle) Terhadap Infestasi Lalat Hijau(Chrysomya megacephala [Fab]). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Riza, V.T., dan Gayatri. 1998. Laporan pelaksanaan kegiatan observasi residu pestisida pada tanaman sauran (kubis dan cabe) di Propinisi Sumatera Barat, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura II Wilayah Sumatera Barat, Riau dan Jambi.

Prasasya, A. 2008. Uji efikasi Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana Balsamo dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin terhadap Mortalitas Larva phragmatoecia castanae Hubner di Laboratorium. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Prayogo, Y. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat Grayak spodoptera litura pada Kedelai . Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.

Sarjan, M. 2007. Potensi Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama pada Budidaya Sayuran Organik. Universitas Mataram. Lombok.

Sudarmo, S. 1991. Pestisida, Kanisius, Jogjakarta.


Surtikanti. 2005. Keefektifan entomopatogenik Beuveria bassiana Vuill. Dari Berbagai Media tumbuh terhadap spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) Di Laboratorium.

Trizelia. 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana Bals. Vuill. (Deuteromycotina: Hyphomycetes): Keragaman Genetik, Karakteristik Fisiologis, dan Virulensinya Terhadap Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Online: http://repository.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 17 Juli 2013.
Willis, M. 2010.Formulasi pestisida nabati berbahan aktif eugenol, sitronela, sinamoldehid, curcumin dan xanthorizol yang efektif menekan Conopomorpha cramerella dan Helopelthis sp. Pada kakao (40-50%) dan tidak membunuh musuh alaimi. Balitro.Bogor







LAMPIRAN







KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT  penulis panjatkan atas segala rahmat, karunia, dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Umum yang telah dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik  (BALITTRO). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan in terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan laporan ini.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam melakukan penulisan laporan maupun dalam melaksanakan praktik umum, yaitu kepada :
  1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
  2. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.S. selaku  Ketua Program Studi Agroteknologi Universitas Lampung.
  3. Bapak Dr. Ir. Dono Wahyuno, M.Sc. selaku Kepala KELTI Hama dan Penyakit BALITTRO.



  1. Ibu Ir. Mahrita Willis, M.Sc. selaku Pembimbing Lapang atas bimbingan, krititk, saran, ilmu, nasehat dan fasilitas yang diberikan selama penulis melakukan Praktik Umum di BALITTRO.
  2. Bapak Tri Eko Wahyono, SP, PG.Dip selaku Pembimbing Lapang atas bimbingan, krititk, saran, ilmu, nasehat dan fasilitas yang diberikan selama penulis melakukan Praktik Umum di BALITTRO.
  3. Bapak  Ir. Nuryasin, M.S. selaku dosen pembimbing praktik umum atas ilmu, bimbingan, nasehat, bantuan dan saran selama pelaksanaan praktik umum.
  4. Ibu Dr. Suskandini Ratih D, M.S selaku Panitia Praktik Umum atas segala saran dan dukungannya            
  5. Ayahanda Jamal Mirda dan Ibunda Irawati  tercinta atas doa, kasih sayang, kesabaran dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menggapai cita-cita.
  6. Kakanda Iwan Mirda, Indra Mirda, Ibrahim Mirda, Imron Mirda dan  yunda Mastika, Farida Yulia, Yunaini, Rosma Wati serta adikku Irfan Mirda dan keponakan-keponakan tercinta yang selalu memberikan bimbingan, semangat, canda tawa dan  prinsip pantang menyerah.
  7. Teman- teman seperjuangan di BALITTRO  Rully Pebriansyah, Ferdy Furwandriya, Andi Irwansyah, Septia Hasanah, dan Anis Juli Astuti atas kerjasama dan kebersamaannya.
  8. Teman- teman AGT 2009, 2010, 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga ALLAH SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan, dan semoga Laporan praktik Umum ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung,   Agustus 2013

Siti Jarlina





















 











Gambar 7. M. Anisopliae kontrol
 
 









GAMBAR 6. M. anisopliae
 





 



































Gambar 8. Mimba+ M. Anisopliae 5 ml (a) dan 10 ml (b)
 





Gambar 9. Mimba+ B. bassiana 5 ml (a) dan 10 ml (b)
 
 


























Gambar 11. BALITRO
 
 





























































LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK UMUM


Judul                           : Toksisitas Pestisida Nabati (Serai Wangi dan Mimba)
  dengan Entomapatogen (Beauveria bassiana dan
  Metarhizium anisopliae) dan Patogenisitas  Entomapatogen 
  terhadap Spodoptera litura. 
Nama                           : Siti Jarlina
NPM                           : 1014121171
Jurusan/PS                   : Agroekoteknologi / Hama Penyakit Tumbuhan

Tanggal Persetujuan    :
Menyetujui,

Pembimbing Lapang                                          Dosen Pembimbing,



Ir. Mahrita Willis, M.Sc.                                    Ir. Nuryasin, M.S                                       
NIP. 195902121983032001                              NIP. 195910091986031002




Mengetahui,

Ketua Jurusan/Program Studi                            Dekan Fakultas Pertanian
Agroekoteknologi                                              Universitas Lampung




Dr.Ir.Kuswanta F. Hidayat                                Prof.  Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.
NIP. 196411191989031001                              NIP. 196108261987021001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar