HAMA
PENTING PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK)
(Tugas Makalah Hama Tanaman Lanjutan)
Oleh
Siti Jarlina
1524011014

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao
(Theobroma cacao Linnaeus) merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan
yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Kakao menjadi salah
satu sumber pendapatan dan penyumbang devisa
ketiga
sub sektor perkebunan dengan nilai sebesar US $ 201 juta. Selain itu,
perkebunan
kakao juga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan mendorong
perkembangan
agribisnis dan agroindustri (Dhalimi, 2012).
Di Indonesia
mempunyai tanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar
1.462.000
ha. yang terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan
negara, dengan produksi mencapai 1.315.800 ton/th. (Karmawati et al.,
2010). Di lampung sekitar 14.618 ha merupakan
pertanaman kakao milik rakyat dengan pola pengusahaan secara monokultur dan
varietas yang beragam. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas
dan terjadinya penurunan produksi hingga 80% (Sulistyowati, 1997 dalam
Somad dan Lukman, 2004).
Masalah tersebut memacu para
pembudidaya untuk menyelesaikan permasalahan budidaya kakao (Theobroma cacao
L.). Hal ini dikarenangakan semakin
tingginya permintaan terhadap kakao baik impor maupun ekspor. Namun demikian pengembangan kakao mengalami hal-hal
yang kurang menguntungkan seperti rendahnya mutu biji dan produktivitas yang
disebabkan oleh Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella. C. cramerella
adalah hama yang sangat merusak pada tanaman kakao dan dapat menurunkan
produksi hingga 90% (Lim, 1992; dan Anshary, 2002).
1.2. Kerangka Pemikiran
Dalam
pengembangan tanaman kakao selalu mendapatkan kendala serangan hama dan
penyakit. Sampai tahun 1993, yang menjadi hama utama tanaman kakao di Propinsi
Bengkulu adalah kepik penghisap buah kakao Helopeltis theobromae. Sejak September
1994 ditambah lagi masalah hama, yaitu masuknya penggerek buah kakao (PBK) Conopoomorpha
cramerella Snellen. Hama PBK itu telah di-ketahui sebagai hama penting pada
pertanaman kakao di Filipina, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa, Sumatera
Utara, Sumatera Barat dan Sabah (Malaysia) (Sahputra, 1989).
Hama
C. cramerella muncul di berbagai daerah di Indonesia dan terus
berkembang sehinnga menjadi hama utama diseluruh Indonesia. Hal ini diduga berkaitan dengan introduksi
bahan tanaman kakao (buah dan bibit) dari daerah sumber C. cramerella ke
dalam pertanaman yang telah berproduksi dalam rangka perluasan area tanam (Wardojo,
1994). Hal ini menyebabkan menyebarluasnya hama C. cramerella pada areal
perluasan kakao dan menjadi hama penting dan hama utama pada buah kakao di
Indoesia.
Buah
kakao yang mendapatkan serangan PBK dapat berkembang seolah-olah tidak terjadi serangan,
sehingga buah yang terserang tidak ada perbedaan dengan buah kakao yang sehat.
Gejala baru tampak dari luar setelah matang di musim panen, buah kakao yang
terserang berwarna agak jingga atau pucat keputihan, buah menjadi lebih berat
dan biladiguncang tidak terdengar suara ketukan antara biji dengan dinding buah.
Hal itu terjadi karena timbulnya lendir dan kotoran pada daging buah dan
rusaknya biji-biji di dalam buah. Kerusakan daging buah akibat serangan PBK disebabkan
oleh enzim heksokinase, malat dehidrogenase, fluorescent esterase and malic enzyme
polymorphisms yang disekresikan oleh PBK (Tan et al., 1988).
1.3. Tujuan
Makalah
ini bertujuan untuk mengetahui biologi C. cramerella,
nilai kerusakan yang ditimbulkan serta cara pngendaliannya.
II. PEMBAHASAN
A. Nilai ekonomi dari kerusakan dan kerugian oleh C.
cramerella
PBK,
Conopomorpha cramerella menyerang buah yang masih muda sampai dengan
buah yang sudah masak. Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi buah
kakao hingga lebih dari 80% dan relatif sulit dikendalikan (Sulistyowati et
al, 2003). Selain menurunkan produksi serangan hama ini juga menyebabkan
kualitas biji kakao menjadi rendah (Lim, 1992; Anshary, 2003). Kualitas tersebut menurun karena larva serangga hama
C.
cramerella memakan plasenta buah yang merupakan saluran
makanan menuju biji sehingga mengakibatkan penurunan hasil dan mutu biji kakao.
Kehilangan hasil terjadi karena buah kakao yang terserang PBK bijinya menjadi
lengket dan kandungan lemaknya menurun. Serangan pada buah kakao muda mengakibatkan
kehilangan hasil yang lebih besar karena buah akan mengalami kerusakan dini dan
tidak dapat dipanen (Azhar et al. 1995).
Pada
tahun 2000 dilaporkan bahwa serangan hama ini mencapai 60.000 ha dengan
kehilangan hasil sebesar Rp 405.643.680.000,-/tahun (Ditjenbun, 2000). Penyebaran hama PBK di Sulawesi dimulai di Sulawesi
Tengah pada tahun 1991 kemudian menyebar ke seluruh areal pertanaman kakao di Sulawesi
(Madry, 1994). Tahun 1995, hama ini mulai ditemukan di Sulawesi Tenggara (Suwondo,
2001). Menurut Sahputra (1989) lebih
lanjut mengatakan bahwa serangan PBK dapat menurunkan produksi sampai 80% dan kerusakan
biji sampai 82%, sehingga ditakuti oleh petani dan pengusaha perkebunan kakao. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva PBK berupa
rusaknya biji, mengeriputnya biji dan timbulnya warna gelap pada kulit biji yang
berarti secara mutu dan produk menurun
B. biologi singkat C. cramerella
Telur
berbentuk oval dengan panjang 0,4-0,5 mm dan lebar 0,2-0,3 mm, berwarna orange
pada saat diletakkan dan menjadi kehitaman bila akan menetas. Stadium telur
berlangsung 2-7 hari. Telur diletakkan pada permukaan kulit buah pada lekukan
buah. Setelah menetas larva menggerek masuk ke dalam buah. Larva berwarna putih
kekuningan atau kehijauan dengan panjang maksimum 11 mm terdiri dari 5 instar.
Lama stadia larva berkisar antara 14 – 18 hari. Menjelang berpupa, larva keluar
dari buah dan berpupa pada permukaan buah, pada daun, serasah atau di tempat
lain yang agak tersembunyi, bahkan pada kendaraan yang digunakan untuk
mengangkut hasil panen (Wardojo, 1980).
Pupa
berwarna coklat dengan ukuran panjang berkisar antara 6-7 mm dan lebar 1-1,5 mm
terbungkus dalam kokon berwarna transparan dan kedap air. Stadium pupa berlangsung
5-8 hari. Imago atau serangga dewasa berupa ngengat berwarna hitam dengan
bercak kuning berukuran panjang 7 mm, lama hidup berkisar antara 7-8 hari.
Imago aktif pada malam hari dan di siang hari berlindung di tempat teduh.
Seekor betina mampu meletakkan telur antara 50-100 butir selama hidupnya. Buah yang terserang ditandai dengan memudarnya
warna kulit buah, muncul warna belang hijau kuning atau merah jingga. Buah yang
sudah tua apabila diguncang tidak berbunyi karena bijinya saling melekat.
C. Pengendalian hama C. cramerella
1) pada awal tanam menggunakan
klon tahan
Hasil identifikasi Kanro et al. (2005) di Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Barat menyimpulkan bahwa klon tahan dengan ciri dari tebal
perikarp dan tebal sklerotik terhadap serangan hama PBK berturut-turut sebesar 44,96%
dan 22,50%. Dengan demikian, kriteria
tebal perikarp dan tebal mantel sklerotik dapat mengurangi serangan hama PBK. Ketahanan klon kakao terhadap serangan hama PBK juga ditentukan
oleh kandungan inhibitor proteinase (PIN), yaitu gen yang membawa sifat ketahanan
tanaman terhadap hama ulat seperti PBK. Jaya et al. (2004) telah
mengidentifikasi PIN yang terkandung dalam beberapa klon kakao dan menyimpulkan
bahwa 13 dari 18 klon kakao yang diuji di Sulawesi mengandung PIN.
2) Melakukan sanitasi
Sanitasi kebun dapat dilakukan dengan cara
membersihkan ranting yang ada didalam kebun, baik yang kering dipohon maupun
yang ada di permukaan tanah serta membersihkan serasah dipermukaan tanah dan
membersihkannya untuk mematikan atau mengurangi kepompong PBK. Mengurangi
naungan yang rimbun dan memangkas cabang-cabang horizontal merupakan upaya
penyederhanaan lingkungan kebun, agar tidak disenangi ngengat untuk berlindung
(Depparaba, 2002)
3) Pengendalian secara mekanis dan hayati
Secara mekanis dapat menggunakan metode
rampasan yaitu dengan memetik semua buah kakao yang ada dipohon agar siklus
hidup PBK terputus (Wessel, 1983).
Selain itu dapat menggunakan penyarungan buah kakao dengan plastik, saat pengendalian dengan melakukan
penyarungan buah kakao yang ditujukan untuk melindungi buah secara mekanis dari
serangan hama penggerek buah kakao (Munier, 2005 dalam Kresnawaty,
2010). Sedangkan
secara hayati dapat meggunakan musuh alami seperti penggunaan parasitoid pupa
yaitu Dinglyptidae roepke, photoptera erythronota, Mesostenus sp.,
Goryphus javanicus, G. mesoxanthus, fasciatipennis (roepke,
1917).
3) Pengendalian secara kimiawi
Pada umumnya petani dalam menggunakan
insektisida kimia sintetis. Insektisida yang digunakan ialah insektisida
Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Betasiflutrin (Buldok
25 EC), Esvenvalerat (Sumialpha 25 EC). Tetapi penggunaannya yang terus menerus dan tidak tepat dapat mencemarkan
lingkungan lain (Wardoyo, 1980 dalam Nurjanani et al., 2013 )
III. KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Hama
penting pada tanaman kakao adalah penggerek buah kakao (C.
cramerella) yang dapat dikendalikan dengan penggunaan klon
tahan, pengendalian secara mekanis, hayati, dan penggunaan pestisida sintetik.
3.2. Saran
Perlu dikembangkan
lagi tentang pengembangan klon tahan buah kakao terhadap hama penting buah
kakao serta pengendalian secara hayati
agar tidak mencemarkan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, I., G.E. Long,
and M.J. Musa. 1995. Qualitative and multivariate analyses of clonal resistance
to cocoa pod borer. The Planter 71: 307−321.
Dhalimi, A.
2012. Kajian Inovasi Teknologi Spesifik
Lokasi Mendukung Sistem
dan Model Pengembangan Good agricultural practice di Wilayah Gernas Kakao. Laporan
perkembangan Kegiatan termin I dalam Program Insentif peningkatan kemampuan peneliti dan perekayasa.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. Bogor. 11 hlm
Ditjenbun, 2000. Statistik
Perkebunan Indonesia 1998-2000. Jakarta: Departemen Pertanian, Direktorat
Jenderal Perkebunan.
Fredrik
Depparaba., 2002. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) dan
Penanggulangannya. Jurnal LitbagPertanian 21 (2) 2002. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian SulawesiTengah.
Jaya, A.M.S.,
H. Aswidinnoor, dan D. Santoso. 2004. Deteksi dan analisis sekuen gen inhibitor
proteinase pada beberapa klon kakao harapan tahan penggerek buah kakao dari
Sulawesi Selatan. Menara Perkebunan 72(1): 1−10.
Karmawati, E., Z. Mahmud, M. Syakir,
J. Munarso, K. Ardana dan Rubiyo. 2010.
Budidaya
dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 92 hal
Kanro, M.Z., M.
Syafaruddin, D. Rahmatia, dan K. Ruchjaningsih. 2005. Inventarisasi klon kakao
tahan PBK dan pengaruh komponen ketahanan terhadap tingkat kerusakan akibat serangan
penggerek buah kakao. Jurnal Stigma 13(3): 453−458.
Lim, G.T.1992 Biology, ecology, and
control of cocoa podborer Conopomorpha cramerella (Snellen). In: Keane
P.J. Putter CAJ. Editors. Cocoa Pest and Disease Management in Southeast Asia
and Australasia. FAO Plant Production and Protection Paper. Pp. 85-100.
Mandry, B. 1994. Perkembangan
penggerek buah kakao PBK dan upaya penanggulangannya di Indonesia. Gelar Teknologi
Regional Pengendalian HamaKakao. Polmas, Sulsel.
Sulistyowati,
E., Y.D. Junianto, Sri-Sukamto, S. Primawati. 2003. Analisis status penelitian
dan pengembangan PHT pada pertanaman kakao. Risalah Simposium Nasional
Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Bogor, 17-18 September 2002. Pp. 161-176.
Suwondo, 2001. Upaya pengendalian
hama PBK di Sulawesi Tenggara. Pertemuan Teknis Pengendalian Hama PBK. Kendari.
Tan, S. G, Muhamad, R., Gan, Y. Y.
dan Rita, M. 1988. Hexokinase, malate dehydro-genase, fluorescent esterase and
malic enzyme polymorphisms in the cocoa pod borer, Conopomorpha cramerella (Snellen).
Pertanika 11: 7-13.
Wardojo, 1980.
The cocoa pod borer. A major hidrance to cocoa development. Indonesia
Agricultural Research Development of Journal. 2: 1-4.
Wardojo, S.
1994. Strategi pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK) di Indonesia. Disampaikan
Gelar Teknologi dan Pertemuan Regional Pengendalian PBK di Kabupaten Polmas,
Sulawesi Barat, 3−4 Oktober 1994. 5 hlm.
Wessel, P.C.
1983. The Cocoa Podborer Moth (Acrocerops cramerella Sn.) Review of
research institute, 39-65).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar