|
KOMPATIBILITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN METARHIZIUM ANISOPLIAE DAN PESTISIDA NABATI EKSTRAK DAUN BABADOTAN (AGERATUM CONYZOIDES)
TERHADAP KEPIK HIJAU (NEZARA VIRIDULA) DI LABORATORIUM
Oleh
Siti Jarlina1, Ir. Lestari Wibowo, M.P2, Ir.
Agus M. Hariri, M.P.2
1) Mahasiswa
Program S1 jurusan Agroteknologi
2) Dosen
Pembimbing jurusan Agroteknologi
Fakultas
Pertanian Universitas Lampung
ABSTRAK
Usaha produksi pertanian tidak terlepas
kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama merupakan salah satu OPT yang penting
karena hama mampu menurunkan produksi secara signifikan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Salah satu jenis
hama penting adalah Nezara viridula
L. atau yang biasa disebut kepik hijau.
Kepik hijau mempunyai inang tanaman antara lain antara lain
kacang-kacangan, padi, jagung, tembakau, kentang, cabai, kapas, jeruk, buncis
dan berbagai tanaman polong. Tanaman
yang terserang hama ini menjadi kerdil sehingga kuantitas maupun kualitas hasil panen serta
daya kecambah akan menurun. Teknologi pengendalian yang tersedia hanya
mengandalkan satu per satu cara teknologi pengendalian , namun perkembangan
populasi di lapangan terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kompatibilitas pertumbuhan jamur entomopatogen M. anisopliae dan ekstrak
daun babadotan serta pengaruhnya terhadap mortalitas N. viridula. Pelaksanaan penelitian ini terdiri
dari dua tahap, yaitu tahap pertama berupa uji kompatibilitas M. anisopliae dan
ekstrak daun babadotan pada PDA. Tahap
kedua adalah aplikasi campuran suspensi M. anisopliae dan ekstrak daun
babadotan terhadap mortalitas N. viridula. Hasil percobaan menunjukkan bahwa M. anisopliae
tidak kompatibel dengan ekstrak daun babadotan. Hal tersebut ditunjukkan oleh penurunan pertumbuhan koloni, daya
kecambah dan sporulasi jamur M. anisopliae secara nyata serta aplikasi campuran suspensi M. anisopliae dan
ekstrak daun babadotan yang tidak berpengaruh meningkatkan mortalitas N.
Viridula.
Kata kunci: N. viridula, M. anisopliae, ekstrak daun babadotan, kompatibilitas,
mortalitas
PENDAHULUAN
Usaha produksi pertanian
tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama merupakan salah satu OPT yang penting
karena hama mampu menurunkan produksi secara signifikan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Salah satu jenis
hama penting adalah Nezara viridula
L. atau yang biasa disebut kepik hijau (Mastro, 2000).
Berbagai jenis tanaman yang dapat menjadi
inang kepik hijau antara lain kacang-kacangan, padi, jagung, tembakau, kentang,
cabai, kapas, jeruk, buncis dan berbagai tanaman polong. Kepik hijau terdapat di daerah tropis dan
subtropis (Kalshoven, 1981), dengan daerah penyebaran yang luas mulai dari
Eropa Selatan, Afrika Selatan, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia,
Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Sudarmo, 1994). Tanaman pangan yang terserang hama ini dapat menjadi kerdil
sehingga kuantitas maupun kualitas hasil panen serta daya kecambah akan menurun
(Harahap dan Tjahjono, 2004).
Pengendalian
hama pada tingkat petani umumnya menggunakan pestisida kimiawi sintetik. Pengunaan pestisida kimia sintetik yang
berlebihan akan meninggalkan residu bagi lingkungan, mengganggu kesehatan
manusia bahkan juga berpengaruh buruk terhadap organisme lain bukan target. Sehingga dibutuhkan alternatif lain seperti
penggunaan jamur entomopatogen seperti M. anisopliae (Sarjan, 2007).
M. anisopliae adalah salah
satu jamur entomopatogen yang memiliki spektrum luas dan dapat
menginfeksi hama lebih dari 100 spesies dari beberapa ordo serangga (Willis,
2010). Jamur ini menghasilkan sejenis
cairan khusus dalam mematikan serangga hama.
Cairan khusus tersebut adalah microsclerotia, yang dapat merusak
sistem sirkulasi dalam tubuh serangga sehingga menyebabkan kematian (Widiyanti dan Muyadihardja, 2004).
Selain
penggunaan jamur entomopatogen M. anisopliae, alternatif lain dapat menggunakan pestisida
nabati. Menurut Samsudin (2008),
pestisida nabati merupakan pestisida yang berasal dari tumbuhan sehingga mudah
terurai dan residunya mudah hilang.
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati adalah babadotan (Ageratum conyzoides). Pestisida nabati ini mengandung saponin, flavonoid, polifenol,
dan minyak atsiri (Plantus, 2008 dalam Sianturi, 2009). Lebih lanjut Samsudin (2008) menyatakan bahwa
kandungan aktif ekstrak babadotan mampu
menghambat pertumbuhan larva S. litura menjadi pupa.
Saat ini mulai banyak dikembangkan pengkombinasian antara
jamur entomopatogen dan pestisida nabati yang diharapkan aplikasinya akan lebih
efektif. Menurut Prayogo (2009b) dalam
Prayogo (2011) menyatakan bahwa kombinasi antara cendawan L. lecanii
dengan beberapa insektisida nabati seperti serbuk biji srikaya (Annona
squamosa), serbuk biji jarak (Jatropha curcas), dan daun pacar cina
(Aglaia odorata) bersifat sinergis.
Sedangkan jamur entomopatogen M.
anisopliae terhadap suatu jenis hama jika digunakan secara bersama dengan
ekstrak daun babadotan belum banyak dilaporkan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kompatibilitas pertumbuhan jamur entomopatogen M. anisopliae dan ekstrak
daun babadotan serta pengaruhnya terhadap mortalitas N. viridula.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian
Universitas Lampung sejak bulan
Juli 2014 sampai dengan bulan
Desember 2014.


Jamur M. anisopliae. Biakan murni
Jamur diperoleh dari Balai Pengembangan Proteksi Tanaman Tegineneng,
Lampung. Jamur diperbanyak pada media Potato Dextrose
Agar (PDA) dan media jagung yang diinkubasi selama + 2 minggu pada
suhu ruang.
Ekstrak Daun Babadotan. Ekstrak daun babadotan yang digunakan pada pengujian kompatibilitas dan
pengujian aplikasi terhadap mortalitas kepik hijau sebanyak 1 ml, 2 ml, 3ml. Pada aplikasi masing- masing ekstrak
babadotan ditambahkan suspensi M.
anisopliae 10 ml dan perata perekat sebanyak 1ml/L.
1. Uji Kompatibilitas
A. Daya Kecambah Konidia
Hasil pemanenan spora M. anisopliae pada PDA
tanpa penambahan ekstrak daun babadotan sebagai kontrol dan pemanenan spora
pada PDA yang telah dicampur dengan ekstrak daun babandotan sesuai dengan masing-masing perlakuan.
Pemanenan dilakukan dengan menambahkan 5 ml aquades pada PDA Kemudian
dituangkan ke dalam tabung reaksi. Setelah
itu, suspensi konidia M. anisopliae diinkubasikan pada suhu 25oC
selama 24 jam. Perkecambahan konidia
diamati menggunakan mikroskop cahaya. Konidia
dinyatakan berkecambah apabila panjang tabung kecambah telah melebihi diameter
konidia. Daya kecambah konidia ditentukan dengan rumus:

dengan:
V =
daya kecambah konidia (%),
K1=
jumlah konidia yang berkecambah,
K2= jumlah
konidia yang diamati.
Persentase
penurunan daya kecambah konidia dihitung
dengan
rumus:

dengan:
Mr = Persentase penurunan daya kecambah,
M1= Daya kecambah konidia pada media yang tidak
diberi ekstrak daun babadotan (kontrol)
M2= Daya kecambah konidia pada media yang diberi
ekstrak daun
babadotan
B. Pertumbuhan Koloni
Pengaruh ekstrak daun babadotan terhadap
pertumbuhan koloni cendawan ditentukan dengan cara mengukur diameter koloni
cendawan setiap lima hari yang dimulai dari hari ke-5 sampai hari ke-15 setelah
inokulasi. Pertumbuhan koloni diukur
pada setiap spot pertumbuhan koloni M. ansiopliae pada masing-masing
perlakuan. Persentase penurunan pertumbuhan koloni cendawan dihitung dengan
rumus:

dengan
:
Nr = Persentase penurunan pertumbuhan koloni,
N1= Pertumbuhan koloni cendawan pada media yang
tidak diberi ekstrak daun babadotan,
N2= Pertumbuhan koloni cendawan pada media yang
diberi ekstrak daun babadotan
C. Sporulasi
Pengaruh ekstrak babadotan terhadap sporulasi cendawan
ditentukan dengan menghitung jumlah spora yang dihasilkan cendawan pada
masing-masing perlakuan setelah diinkubasi selama 15 hari pada cawan petri. Konidia cendawan dipanen dengan cara menambahkan
5 ml akuades steril dalam cawan Petri. Konidia dilepaskan dari media dengan
menggunakan kuas halus. Suspensi
disaring dan konsentrasi konidia dihitung dengan menggunakan hemositometer. Persentase
penurunan sporulasi dihitung dengan rumus :


Sr =
Persentase penurunan sporulasi,
S1= Jumlah
konidia yang dihasilkan cendawan pada media yang tidak diberi ekstrak daun
babadotan (kontrol),
S2= Jumlah
konidia yang dihasilkan cendawan pada media yang diberi ekstrak daun babadotan
D. Perhitungan Nilai Kompatibilitas
Untuk mengetahui kompatibilitas ekstrak daun
babadotan terhadap M. anisopliae, maka data hasil pengamatan
kompatibilitas dimasukkan ke dalam rumus T dari Alves et al. (1998) dalam
Depieri et al. (2005) sebagai
berikut :

dengan:
T = Nilai
kompatibilitas,
VG = Nilai relatif pertumbuhan koloni perlakuan dibandingkan dengan kontrol (%),
SP = Nilai relatif sporulasi perlakuan
dibandingkan dengan kontrol (%).
Nilai
T dibagi kedalam kategori sebagai berikut:

>
60 kompatibel.
2. Pengaruh aplikasi ekstrak
jamur entomopatogen M. anisopliae dan pestisida nabati ekstrak daun babadotan
(A. conyzoides) terhadap
mortalitas N. viridula.
Setiap satuan percobaan menggunakan serangga uji nimfa kepik hijau
instar 4 atau 5 sebanyak 10 ekor.
Aplikasi dilakukan 3 kali penyemprotan pada masing-masing perlakuan
sebanyak (2 ml). Indikasi kematian
dilakukan dengan cara mengamati serangga yang mati di bawah mikroskop, apakah
pada tubuh serangga uji tumbuh cendawan M.
anisopliae. Persentase
kematian serangga dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dengan:
M
= mortalitas serangga (%)
n
= serangga yang mati (ekor)
N
= jumlah serangga yang di uji
(Rustama et al, 2008)
Hasil
dan Pembahasan
Daya
kecambah konidia.
Hasil
percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pestisida nabati ekstrak daun babadotan
berpengaruh nyata menurunkan daya kecambah konidia M. anisopliae (Tabel
2). Daya kecambah konidia setelah 24 jam
pada berbagai perlakuan pestisida nabati ekstrak babadotan berkurang hingga
85,07 %.
Tabel 2.
Pengaruh pemberian ekstrak daun babadotan terhadap daya kecambah konidia M.
anisopliae setelah inkubasi selama 24 jam
Perlakuan
|
Daya kecambah konidia %
|
Presentase penurunan
|
Kontrol (0 ml)
|
40,96
a
|
0,00
|
1 ml
|
22,36
b
|
45,42
|
2 ml
|
8,04
c
|
80,37
|
3 ml
|
6,11
d
|
85,07
|
Pr < F
|
0,0001
|
-
|
BNT 0,05
|
1,1936
|
-
|
Keterangan: Pr
< F 0,1 = sangat nyata. Nilai sekolom yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada Uji BNT taraf nyata 5 %.
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa pestisida nabati
ekstrak babadotan secara nyata menghambat perkecambahan konidia jamur M. anisopliae. Pada perlakuan penambahan 1 ml ekstrak
babadotan nyata menghambat perkecambahan konidia
dengan
penurunan sampai 45,42 %. Bahkan pada
perlakuan penambahan 2 ml dan 3ml ekstrak babadotan daya kecambah konidia M.
anisoplaie hanya 8,04 % dan 6,11 %.
Semakin tinggi penambahan ekstrak babadotan maka akan semakin tinggi
tingkat penghambatan.
Penurunan daya kecambah dapat perpengaruh terhadap
kemampuan M.anisopliae dalam membunuh serangga hama karena perkecambahan
konidia merupakan tahap penting dalam proses menginfeksi serta membunuh
serangga hama (Tanada & Kaya 1993; Bidochka et al.,
2000 dalam Trizelia & Rusli, 2012 ).
Lebih lanjut
pracaya (2004) menyatakan bahwa perkecambahan konidia tergantung pada temperatur,
kelembaban, dan waktu. Temperatur
optimum untuk pertumbuhan berkecambah pada kelembaban di atas 90 %, patogenisitas
jamur M. anisopliae akan menurun apabila kelembaban udara di bawah 86 %.
Dari segi waktu yang optimal M.
anisopliae akan berkecambah pada 30 jam setelah inkubasi (Gabriel dan
Riyanto, 1989).
Pertumbuhan koloni
Hasil
percobaan menunjukkan bahwa ekstrak daun babadotan menghambat pertumbuhan
koloni jamur entomopatogen M.anisopliae.
Pada perlakuan dengan penambahan ekstrak
babadotan
2 ml dan 3 ml, pestisida nabati ekstrak babadotan secara nyata menghambat
pertumbuhan koloni M. anisopliae (Tabel 3).
Perlakuan
|
Diameter
koloni (cm)
|
|||||||
5
hsa
|
%
penurunan
|
10
hsa
|
%
penurunan
|
15
hsa
|
%
penurunan
|
|||
Kontrol
(0 ml)
|
1,12
a
|
0,00
|
1,81
a
|
0,00
|
3,11
a
|
0,00
|
||
1 ml
|
0,91
b
|
18,67
|
1,59
b
|
12,12
|
2,60
b
|
16,37
|
||
2 ml
|
0,78
c
|
30,22
|
1,51
b
|
16,80
|
2,17
c
|
30,34
|
||
3 ml
|
0,78
c
|
30,67
|
1,42
b
|
21,76
|
1,97
c
|
36,76
|
||
Pr
< F
|
0,0002
|
-
|
0,0025
|
-
|
0,0001
|
-
|
||
BNT
0,05
|
0,1271
|
-
|
0,1771
|
-
|
0,2724
|
-
|
||
Tabel
3. Pengaruh pemberian ekstrak daun babadotan terhadap pertumbuhan koloni M.
anisopliae setelah inkubasi selama 15 hari
Keterangan: Pr
< F 0,1 = sangat nyata. Nilai sekolom yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada Uji BNT taraf nyata 5 %.
Pada perlakuan penambahan 2 ml dan 3 ml ekstrak babadotan
pertumbuhan koloni M.anisopliae pada hari ke 15 hanya sebesar 2,17 dan
1,97 %. Tingkat penurunan pertumbuhan
koloni jamur M.anisopliae sekitar 16,37 - 36,76 %. Terjadinya penurunan pertumbuhan koloni
cendawan entomopatogen pada media yang mengandung ekstrak tanaman juga
dilaporkan oleh Trizelia dan Rusdi Rusli (2012) yang mengatakan bahwa minyak
serai wangi secara nyata menghambat pertumbuhan koloni cendawan entomopatogen B.
bassiana. Pada konsentrasi 0,3 dan
0,5 %, cendawan tidak mampu berkembang. Tingkat penurunan pertumbuhan koloni
cendawan sekitar 36,73 - 90,30 %. Tingkat penghambatan sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka akan semakin tinggi
tingkat penghambatan.
Sporulasi
Hasil
percobaan menunjukkan bahwa pestisida nabati ekstrak babadotan secara nyata
menurunkan tingkat sporulasi jamur entomopatogen M. anisopliae. Ekstrak
babadotan secara nyata menurunkan jumlah konidia yang dihasilkan dan tingkat penurunan
sangat bergantung pada jumlah penambahan ekstrak babadotan pada setiap
perlakuan
(Tabel
4).
Tabel
4. Pengaruh pemberian ekstrak daun babadotan terhadap sporulasi M.
anisopliae setelah inkubasi selama 15 hari
Perlakuan
|
Jumlah konidia ( x108/ml )
|
Presentase penurunan (%)
|
Kontrol ( 0 ml)
|
40,45 a
|
0
|
1 ml
|
20,35 b
|
49,69
|
2 ml
|
10,15 c
|
74,90
|
3 ml
|
9,35 d
|
76,88
|
Pr < F
|
0,0001
|
-
|
BNT 0,05
|
0,6559
|
-
|
Keterangan: Pr < F 0,1 = sangat
nyata. Nilai
sekolom yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada Uji BNT
taraf nyata 5 %.
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ekstrak
babadotan menurunkan kemampuan jamur
dalam bersporulasi secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada kontrol, jamur M. anisopliae
mampu menghasilkan konidia sebanyak 40,45 x 107 konidia/ml. Pada perlakuan penambahan 1 ml ekstrak
babadotan secara nyata menghambat M.anisopliae bersporulasi dengan
penurunan sampai 49,69 %. Pada perlakuan
penambahan 2 ml dan 3 ml ekstrak babadotan M.anisoplaie bersporulasi hanya mencapai 10,15 % dan 9,35 %. Tingkat presentase penurunan M.anisoplaie bersporulasi mencapi 76, 88 % pada perlakuan
dengan penambahan ekstrak babadotan.
Persentase penurunan sangat bervariasi tergantung pada jumlah ekstrak
babadotan yang diberikan.
Kemampuan sporulasi juga dapat digunakan sebagai kemampuan isolat untuk penetrasi ke inang sasaran. Isolat yang virulen memiliki kemampuan sporulasi yang lebih baik dibandingkan dengan isolat yang avirulen.
Semakin tinggi tingkat sporulasi berarti semakin besar kemampuan jamur
entomopatogen menginfeksi (Trizelia, 2005 dalam Mardiana et al,
2015).
Nilai
Kompatibilitas
Berdasarkan nilai T, klasifikasi kompatibilitas ekstrak
daun babadotan dengan jamur entomopatogen M. anisopliae dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel
5. Klasifikasi kompatibilitas ekstrak babadotan dengan jamur entomopatogen M.
anisopliae
Perlakuan
|
T
|
Tingkat kompatibilitas*
|
1ml
|
57,10
|
Kurang kompatibel
|
2ml
|
34,91
|
Tidak kompatibel
|
3ml
|
32,54
|
Tidak kompatibel
|
* klasifikasi menurut
Alves et al. (1998) dalam Depieri et al. (2005)
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa ekstrak daun
babadotan pada tiga perlakuan yang diuji tidak kompatibel dengan jamur entomopatogen
M. anisopliae. Perlakuan dengan
ekstrak babadotan pada perlakuan 1ml sudah bersifat kurang kompatibel terhadap
jamur M. anisopliae dan apabila ditingkatkan jumlah penambahan pestisida
nabati menjadi 3 ml maka dapat bersifat tidak kompatibel terhadap jamur M.
anisopliae. Nilai kompatibilitas ini menunjukkan bahwa ekstrak daun
babadotan dan M. anisopliae tidak kompatibel dan didukung oleh data yang
menunjukkan menurunnya pertumbuhan koloni, daya kecambah dan sporulasi jamur M.
anisopliae secara nyata. Oleh karena
itu Penggunaan ekstrak babadotan yang tidak kompatibel dengan jamur cendawan
entomopatogen M. anisopliae tidak disarankan untuk diaplikasikan
secara bersamaan.
Trizelia (2008) dalam Mardiana, et al
(2015) melaporkan bahwa jamur entomopatogen M. anisopliae yang
dikombinasikan dengan ekstrak etanol daun dan bunga paitan tidak kompatibel.
Pada tiga konsentrasi (0,1; 0,3; 0,5 %) secara nyata mengurangi pertumbuhan
koloni, daya kecambah, dan sporulasi M. anisopliae dibandingkan kontrol.
Penurunan tersebut sangat dipengaruhi konsentrasi ekstark etanol daun dan bunga
paitan.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan
pestisida nabati ekstrak daun babadotan dan M. anisopliae tidak
berpengaruh nyata terhadap mortalitas N. viridula (Tabel 6). Mortalitas mencapai 76.66 % sampai hari ketujuh.
Tabel 6. Mortalitas N.viridula 7 hari
setelah aplikasi
Perlakuan
|
Mortalitas N. viridula L. %
|
Kontrol
|
0,00 c
|
Suspensi
M. anisopliae 107 konidia spora/ ml
|
63.33 b
|
Ekstrak
daun babadotan
|
70,00 ab
|
Suspensi
M. anisopliae 10 ml ditambahkan ekstrak daun babadotan 1 ml
|
70,00 ab
|
Suspensi
M. anisopliae 10 ml ditambahkan
ekstrak daun babadotan 2 ml
|
76,66 a
|
Suspensi
M. anisopliae 10 ml ditambahkan ekstrak daun babadotan 3 ml
|
76,66 a
|
Pr
< F
|
0,0001
|
BNT
0,05
|
10,271
|
Ketrangan: Pr < F 0,1 = sangat nyata. Nilai sekolom
yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada Uji BNT taraf
nyata 5%.
Pada tabel 6 menunjukkan bahwa pencampuran
pestisida nabati ekstrak babadotan dan suspensi M.anisopliae yang di
aplikasikan kepada N. viridula tidak berpengaruh nyata. Pada perlakuan apikasi suspensi M. anisopliae
yang mengandung konidia spora 107/ml sebesar 63.33 %, sedangkan
perlakuan pada pencampuran suspensi M.
anisopliae 10 ml dan ekstrak babadotan 1 ml sebesar 70 %. Mortalitas sertinggi mencapai 76.66 % pada
perlakuan penambahan babadotan 2 dan 3 ml pada 10 ml M. anisopliae.
Data
ini menunjukkan bahwa aplikasi secara terpisah jamur entomopatogen
M. anisopliae dan ekstrak babadotan lebih efektif dan hemat
dibandingkan secara bersamaan. Hal ini
berarti ekstrak babadotan dan jamur entomopatogen
M. anisopliae tidak kompatibel.
Keduanya tidak efektif jika diaplikasikan secara bersamaan untuk mengendalikan
hama.
Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Hasil uji kompatibilitas cendawan entomopatogen M.
anisopliae dengan pestisida nabati
ekstrak babadotan tidak kompatibel. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak
babadotan menghambat pertumbuhan koloni, daya kecambah konidia dan
sporulasi. Tingkat penghambatan
bervariasi bergantung pada jumlah penambahan ekstrak babadotan.
2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pestisida nabati ekstrak daun
babadotan dan M. anisopliae tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas N.
viridula
Saran
Perlu penelitian lebih
lanjut untuk kompatibilitas pestisida nabati ekstrak daun babadotan dan M.
anisopliae dengan asal isolat dari beberapa tempat
yang berbeda.
Pustaka Acuan
Andi, S. 2007. Efikasi Ekstrak Babandotan (Ageratum
conyzoides L.) terhadap Crocidolomia binotalis Zeller. (Skripsi).
Universitas Bengkulu. Bengkulu. 56 pp.
Depieri R.A., S.S. Martinez., & Jr.A.O. Menezes.
2005. Compatibility Of The Fungus Beauveria bassiana (Bals.) Vuill.
(Deuteromycetes) with of Neem Seeds and Leaves and The Emulsible Oil. Neotropical
Ent. 34(4): 601-606
Gabriel, B.P. Riyanto. 1989. Metarhizium
anisopliae (Metch) Sor: Taksonomi, Patologi, Produksi dan Aplikasinya.
Jakarta. 44 hlm.
Harahap, I. S. dan B. Tjahjono, B. 2004. Pengendalian
Hama Penyakit Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. 114 hlm.
Kalshoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia.
Revised and translated by P.A. Van der Laan. P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Jakarta.701 hlm.
Mardiana, Y.,
D. Salbiah., L.J. Hennie. 2015. Penggunaan Beberapa Konsentrasi Beauveria
bassiana Vuillemin Lokal untuk Mengendalikan Maruca testulalis Geyer
pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.). JOM Faperta
Universitas Riau. 2(1): 1-11.
Mastro, I.M. 2000. Teknik Produksi Kacang Hijau. Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Denpasar Bali. 142 hlm.
Pracaya.
2004. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
428
hlm.
Prayogo Y. 2009b. Kompatibilitas Cendawan Entomopatogen
Lecanicillium lecanii (Zare & Gams.) dengan Pestisida Nabati untuk Mengendalikan
Telur Hama Pengisap Polong Kedelai Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae).
4: 70-76.
Prayogo, Y. 2011. Sinergisme Cendawan Entomopatogen
Lecanicillium lecanii dengan Insektisida Nabati untuk Meningkatkan
Efikasi Pengendalian Telur Kepik Coklat Riptortus linearis pada Kedelai.
Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 11 (2): 166-178.
Prayogo, Y. 2013. Patogenisitas Cendawan
Entomopatogen Beauveria bassiana (deuteromycotina: hyphomycetes) pada
berbagai stadia kepik hijau (Nezara viridula L.) J. HPT Tropika. 13(1):
75 – 86
Samsudin. 2008. Virus
Patogen Serangga Bioinsektisida Ramah Lingkungan. (Ed) 2008. Diakses
Desember 2014 dari http://Lembaga pertanian sehat/ develop Useful
innovation for farmers Rubrik.
Sarjan,
M. 2007. Potensi Pemanfaatan Insektisida
Nabati dalam Pengendalian Hama pada Budidaya Sayuran Organik. Universitas Mataram. Lombok. 7 hlm.
Sianturi, E.S. 2009. Uji
Efektivitas beberapa Insektisida Nabati pada Tanaman Kacang Panjang terhadap
Hama Maruca testutalis. Universitas Sumatera Utara. Medan. 183 hlm.
Sudarmo, S. 1994. Pengendalian
Seranggga Hama Jagung. Kanisius. Jogjakarta. 52 hlm.
Trizelia dan R. Rusli. 2012. Kompatibilitas
Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (bals) Vuill (deuteromycotina:
hyphomycetes) dengan Minyak Serai Wangi. J. HPT Tropika. 12(1): 78 – 84.
Widiyanti,
N.L.P.M & S. Muyadihardja. 2004. Uji Toksisitas Jamur Metarhizium
anisopliae terhadap Larva Nyamuk Aedes Aegypti. Media Litbang Kes.
14(3):1-6.
Willis, M. 2010. Formulasi
Pestisida Nabati Berbahan Aktif Eugenol, Sitronela, Sinamoldehid, Curcumin dan
Xanthorizol yang Efektif
Menekan Conopomorpha cramerella dan Helopeltis sp. pada Kakao (40-50%) dan Tidak Membunuh Musuh Alami.
Balitro, Bogor. 31 hlm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar