Rabu, 19 Oktober 2016

laporan praktikum pasca panen (buah)



PANEN DAN FISIOLOGI PASCAPANEN PISANG, JAMBU BIJI, DAN NANAS DI PT. NUSANTARA TROPICAL FRUIT
 (Laporan Praktikum Panen dan Fisiologi Pascapanen)







Oleh
Siti Jarlina
1524011014















MAGISTER AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang
Panen merupakan kegiatan pemetikan atau pengambilan buah pada saat buat memasuki tahap matang atau masak. Setelah dipanen, penanganan pascapanen pada buah perlu dilakukan untuk menjaga kualitas buah dari kerusakan pada saat panen ataupun setelah pemanenan.  Dengan demikian penanganan pascapanen adalah kegiatan yang dilakukan sejak panen hingga hingga produk akan dikonsumsi oleh konsumen atau produk akan diolah oleh industri pengolahan pangan (Ahamd, 2013).

Berdasarkan hal tersebut maka penanganan pascapanen yang dilakukan dengan perlakuan pascapanen dilakukan beberapa tahap dan disesuaikan kebutuhan produk. Perlakuan pascapanen antara lain yaitu; perawatan, penghambatan tunas (pada ubi, umbi, atau biji), penerapan fungisida (pada  pisang, dan nanas di PT. NTF), penyimpanan (pengaturan suhu penyimpanan), pengawetan (pengeringan, peggunaan bahan kimia, dan perlakuan panas). Perlakuan pascapanen dilakukan harus sesegara mugkin sehingga dibutuhkan penerapan teknologi pascapanen (Soesanto, 2006)

Penerapan teknologi pascapanen pada produk merupakan kegiatan pendukung penerapan pascapanen, sehingga tahapan tersebut dapat memepertahankan kualitas produk, dan yang paling penting tidak terjadi susut panen setelah produk dipanen (Ahmad, 2013). Penerapan teknologi pascapanen dilakukan karena produk pascapanen mempunyai sifat yang mudah rusak dalam penanganan pascapanen. Penerapan teknlogi pascapanen juga dilakukan oleh PT. Nusantara Tropical Fruit (NTF) pada buah pisang, jambu biji, dan nanas. 

Buah pisang termasuk buah klimakterik yaitu buah yang dapat dipanen pada waktu matang (mature). Proses pemasakannya diiringi laju respirasi dan laju produksi etilen yang relatif tinggi. Pada tahap pemasakan buah
pisang, besarnya kenaikan kadar air sebanding dengan semakin meningkatnya laju
respirasi pada jaringan buah. Adanya perbedaan tekanan osmosis antara daging
buah dan kulit buah selama proses penyimpanan diakibatkan oleh peningkatan
kadar air pada daging buah (Dumadi, 2001).

Jambu biji (Psidium guajava L.) tergolong buah klimakterik dengan masa simpan yang pendek antara 2—7 hari. Hal ini disebabkan buah jambu biji mudah mengalami kerusakan seperti perubahan tekstur dengan timbulnya bercak coklat pada kulit buah. Sedangkan nanas merupakan buah non klimakterik yang dapat dipanen ketika buah masak (ripening). Buah nanas hanya dapat  disimpan selama 2-3 hari tanpa pendingin (Winarno dan Moehammad, 1981). Dari pembahasan diatas, maka pentingnya untuk mengetahui perlakuan pascapanen pada buah, khusunya buah pisang, jambu biji dan nanas di PT. Nusantara Tropical.

1.2. Tujuan
Mengetahui dan mengamati perlakuan pascapanen dan penerapan teknologi pascapanen pada buah pisang, jambu biji, dan nanas di PT. Nusantara Tropical Fruit (NTF) sebagai kegiatan praktikum matakuliah pascapanen.






















II. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN



2.1. Pisang Cavendish

No
Gambar
Keterangan
1.











Pisang dari kebun dibawa kerumah pengemasan dengan cara degeret dengan jalur yang telah ditempakan di samping kebun pisang. Jalur seperti jalur kereta tersebut dibuat seperti jemuran pakaian, agar pisang yang dibawa menggantung menuju rumah pengemasan. Setiap tandan dibungkus dengan paperbag dengan tujuan melindungi buah pisang.
2.








Setiap pisang yang telah sampai pada rumah pengemasan, kemudian paper bag dibuka dan bunga pisang dibuang. Adanya bunga pisabg tersebut dapat menggangu buah pisang






3.













Kemudian pisang dibawa ke dehender dan dilakukan pemisahan pisang per sisir dari tandannya
4.




















Pisang yang telah terpisah dari tandan dan terpisah menjadi beberapa sisir kemudian dimasukkan kedalam bak air.
5.











Pisang diseleksi dan dicuci dalam air yang mengalir.
6.











Setelah dicuci dan terseleksi, pisang disusun, dikeringkan.
7.











Setelah ditiriskan, buah pisang enuju tahap selanjutnya
8.











Pada tahap ini pisang diberi perlakuan fungisida dan pelapisan lilin dengan tujuan agar produk mempunyai masa simpan yang lebih lama dan terhindar dari gangguan lastic.






9.













Setelah dilakukan perlakuan fungisida dan pelapisan lilin kemudian pisang ditiriskan kembali
10.










Tidak membutuhahkan waktu lama setelah ditiriskan kembali, pisang dimasukkan kedalam lastic pengemasan (lastic wrapping).









11.






















Pisang yang telah diplastik dengan lastic wrapping.
12.









Pisang yang telah diplatik meduian diikat dengan tali pengikat









13.










Kemudian pisang diberi label, pelabelan setiap pisang berbeda. Hal tersebut dibedakan berdasarkan tujuan produk untuk dipasarkan, (last atau Negara yang akan diekpsor)







14.











Setelah dilakukan pelabelan, pisang dikipas dengan tujuan perlakuan produk





15.












Produk tersebut dimasukkan ke dalam dus pengemasan, yang didalam dus pengemasan ada plasik pengemasan lagi untuk mengemas sisir-sisir pisang yang telah dikemas
16.












Setelah dimasukkan kedalam dus pengemasan, buah kemudian diplastik lagi, dengan tujuan pengemasan. Kemudian dus tersebut ditutup
17.














Setelah dikemas, pisang kemudian ditimbang. Dicatat setiap dus pengemasan.
18.












Kemudian pisang siap diagkut menuju tempat pemasaran buah.

Pisang tersebut dikemas karena pisang mudah rusak dan cepat mengalami perubahan mutu, karena kandungan airnya tinggi (Demirel dan Turban, 2003).
Untuk mempertahankan mutu pisang dan memperpanjang masa simpan maka dilakukan penanganan pascapanen dengan teknologi pascapanen. Beberapa upaya teknik pascapanen yang digunakan untuk menghambat pemasakan buah pisang salah satu diantaranya adalah penggunaan plastik wrapping.
Kemasan lastic (lastic wrapping) dapat menekan laju transpirasi, kehilangan bobot, dan menjaga mutu internal dan eksternal dari buah yang akan disimpan (Purvis, 1993 , dan Golomb et al ., 1984).

Kemasan lastic digunakan karena merupakan kemasan atmosfer termodifikasi pasif (Widodo dan Zulferiyenni, 2008).  Bahan kemasan lastic dapat menekan laju transpirasi, kehilangan bobot, dan menjaga mutu internal dan eksternal dari buah yang akan disimpan (Purvis, 1993, dan Golomb et al., 1984) serta dapat memperlambat perubahan warna pada buah tertentu (Jiang dan Fu, 1999).

Selain itu usaha  yang dapat  memperlambat proses dan mengurangi tingkat kerusakan yaitu pelapisan buah dengan bahan pelapis dari luar (eksogen). (Wills et al., 1989).  Umumnya bagian kulit buah mengandung  lapisan lilin alami yang  berfungsi sebagai pelindung. Dalam proses pemanenan, seringkali lapisan tersebut dapat hilang. Usaha yang dapat dilakukan  adalah dengan penambahan lilin/bahan pelapis secara eksogen. Lapisan lilin dapat mengurangi susut bobot, menghambat pelunakan (Hagenmaier dan Shaw, 1992), Membentuk halangan bagi pertukaran udara sehingga tercipta suatu kondisi atmosfer terrnodifikasi dengan konsentrasi oksigen rendah dan  CO2 tinggi (Chu, 1992), dan menghambat proses pemasakan (Bayindirli  et al., 1995). Sedangkan penambahan perlakuan fungisida dengan tujuan agar produk terhindar dari gangguan patogen.


2.2. jambu biji (Psidium guajava L.)

No
Gambar
perlakuan
1.











Jambu dari kebun dibawa kerumah pengemasan dalam keadaan telah dikemas. Hal ini dilakukan karena menjaga mutu produk dari kegiatan pengangkutan, agar tidak terjadi benturan pada buah.
2.











Kemudia  lastic pengemas dibuka, tetapi formnet masih diletakkan pada proses berikutnya.
3.











Buah yang masih memiliki tangkai, kemudian tangkainya dipotong.
4.











Buah yang tangkainya telah dipotong, dan formnet dibuka dan telah diseleksi. Penyeleksian dilakukan untk memilih buah yang akan dikirim untuk ekspor dan buah yang akan dipasarkan dipasar local.
5.











Kemudian jambu tersebut dilaukan perlakuan dumping kering dengan cara dikuas
6.











Setelah dilakuakan dumpig kering kemudian dipasang form net.
7.












Kemudian dilanjutkan pemasangan lastic wrapping
8.










Langkah selanjutnya diberi pelabelan dan dimasukkan kedalam dus pengemasan.
















Setelah selesai dus tersebut ditimbang. Kemudian dicacat jumlah berat jambu tersebut.
Jambu biji diberi perlakuan yaitu dengan penggunaan plastik wrapping.  Perlakuan tersebut bertujuan agar masa penyimpanan lebih panjang dibandingkan kontrol. Hal ini dikarenakan jambu biji mengalami respirasi dan transpirasi yang tinggi selama penyimpanan sehingga dapat mengalami susut bobot pada buah. Susut bobot pada buah berkenaan dengan banyaknya air yang hilang akibat proses transpirasi melalui pori-pori buah. Terjadinya susut bo­bot buah akan menurunkan nilai penampakan buah, karena timbulnya kerut pada kulit buah pada saat proses repirasi  (Widodo et al., 2010b; dalam Widodo et al., 2012 ). Proses respirasi menghasilkan energi dalam bentuk panas, sehingga diperlukan perlakuan pengemasan. Pengemasan dapat menekan susut bobot buah lebih baik dibandingkan tanpa pengemasan (Islam et al, 2008).

Pengemas dengan bahan plastik dapat menurunkan laju respirasi. Pengemas dari bahan plastik  mempunyai keunggulan yaitu memiliki sifat yang transparan, kuat, dan elastis. Selain itu, plastik mempunyai sifat penahan uap air sehingga proses penguapan menjadi terhambat. Plastik kemas dapat meminimalkan pertukaran kelembapan antara buah dan lingkungan luar buah jambu biji Hasil, karena tingkat O2 dan perembesan CO2 terendah dibandingkan dengan kemasan lainnya (Jacomino et al., 2001).



















2.3. Nanas (Ananas comosus Merr)

No.
Gambar
Keterangan
1.











Buah nanas dari kebun diturunkan dari truk pengangkut, kemudian mahkota nanas dibuang untuk nanas yang akan dipasarkan dengan permintaan mahkota dibuang. Sedangkan untuk pasar yang meminta mahkota tidak dibuang maka hanya merapihkan potongan bawahnya. Tetapi sebelum masuk ke pencucian, nanas yang ada kutu putih dilakukan penyemprotan dengan kompresor.
2.





















Setelah dirapikan kemudian buah dimasukkan kedalam bak penampungan air, dengan tujuan membersihkan buah nanas dari kotoran yang erbawa dari kebun.
3.










Setelah itu dikeringanginkan beberapa saat (ditiriskan).
4.









Bagian buah yang luka dicelupkan ke larutan klorin.
5.











Setelah itu dikeringanginkan beberapa saat (ditiriskan).



















Kemudian dimasukkan kedalam fungisida bagian buah yang luka, agar terhindar dari pathogen.













Kemudian dikeringanginkan (ditiriskan) dengan menggunakan kipas.













Setelah buah kering kemudian diberikan label





















Nanas yang telah diberi label kemudian dimasukkan kedalam dus pengemasan
















Biasanya 1 dus (kotak pengemasan) berisi 5 buah nanas. Tetapi dalam hal ini juga bergantung pada besarnya buah nanas yang masuk ke dus (kotak pengemasan).

Buah nanas yang telah di panen kemudian diberi perlakuan penambahan klorin dan fungisida dengan tujuan untuk menjaga mutu buah nanas, termasuk membersihkan mealybug dan mold patogen pada buah nanas. Klorin ditambahkan pada air pencucian buah. Klorin merupakan zat desinfektan yang biasa digunakan dalam proses panen maupun pascapanen. Desinfeksi merupakan perlakuan pada air saat pencucian buah untuk membunuh patogen, bakteri, fungi, virus, dan mikroorganisme lainnya (Pardede, 2009). 

Sedangkan pencelupan pada fungisida dengan menggunakan kitosan. Menurut Trisnawati (2013), kitosan mampu menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman yang dapat mendegradasi kitin yang merupakan penyusun utama dinding sel fungi sehingga kitosan juga bermanfaat sebagai fungisida. Dengan penggunaan kitosan diharapkan dapat melindungi buah dari infeksi patogen pascapanen.

Perlakuan diaplikasikan sebelumnya di lakukan pemilihan tiga tingkat
kemasakan buah (KI, 10 –15 dan 25%) di packing house. Buah kemudian di
cuci dengan menggunakan air (kontrol), air dengan penambahan 100
dan 200 ppm klorin, kemudian dicelupkan ke dalam larutan kitosan atau
KD-112.






























III. KESIMPULAN




Dari hasil pengamatan maka didapatkan kesimpulan yaitu:

1.  Untuk memperpanjang masa simpan buah dan menghindari serangan pathogen pada produk maka dilakukan perlakuan pascapanen yaitu pengemasan, pelapisan etilen, dan perlakuan fungisida.
2.  Pada buah pisang dilakukan dengan perlakuan fungisidan, pelapisan etilen serta perlakuan pengemasan dengan menggunakan plastik wrapping.
3.  Pada buah jambu biji dilakukan pengemasan dengan menggunakan plastik wrapping.
4.  sedangkan nanas dilakukan perlakuan pencelupan pada klorin dan fungisida pada buah nanas yang luka.



























DAFTAR PUSTAKA



Bayindirli, L., G. Summu, K. Kamadan. 1995. Effect Of Semperfresh and Johnfresh coatings on poststorage quality of 'Satsuma' mandarins. J. Food Proc. and Preserv.19:399-407.

Chu, C.L. 1992. poststorage application of TAL Prolong on apples from controlled atmosphere storage. Hort. Sci. 21 : 267 – 268

Dumadi, S. R. 2001.Penggunaan kombinasi adsorban untuk memperpanjang umur simpan buah pisang Cavendish. J. Teknologi dan Industri Pangan. 12(1):13-20

Golomb, A., S. Ben-Yehoshua, dan Y. Sarig. 1984. High-density polyethylene wrap improves wound healing and lengthens shelf-life of mechanically harvested grapefruit. J. of the American Society for Horticultural Science109 (2): 155-159

Hagenmaier, R. D, dan P. E. Shaw. 1992. Gas permeability of fruit coating wax.
          J. of American Society For Horticulture Science 117(1): 105-109.

Islam, F., A. Islam, M. A. Z. A. Munsur, dan M. A. Rahim. 2008. Shelf life and quality of guava cv. Kazi as affected by stages of ripening, storage temperature and wrapping materials. Progressive Agriculture 19(2): 1-12.

Jacomino, A. P., C. I. G. D. L. Sarantópoulos, J. M. M. Sigrist, R. A. Kluge, dan K. Minami. 2001. Sensorial characteristics of “Kumagai” guavas submitted to passive modified atmosphere in plastic packages. J. of Plastic Film and Sheeting. 17: 6-21.

Jiang, Y.,D. C. Joyce, and A. J. Macnish. 1999. Extension of the self life of banana fruit by1-Methylcyclopropene in combination with polyethylene bag. Postharvest Biology and Technology 16:187-193

Pardede E. 2009. Buah dan sayur olahan secara minimalis. Visi.17(3): 245–254.

Purvis, A. C. 1993. Effects of films thickness and storage temperature on water
          loss and internal quality of seal-packaged grape fruit. J. of theAmerican Society for Horticultural Science. 108(4):562-566


Soesiladi E. Widodo1), Zulferiyenni2), dan Icha Maretha. 2012.  pengaruh penambahan indole acetic acid (iaa) pada pelapis kitosan terhadap mutu dan masa simpan buah jambu biji (psidium guajava l.) ‘crystal’. J. Agrotropika 17(1): 14-18

Trisnawati E, Andesti D, & Saleh A. 2013. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang kepiting sebagai bahan pengawet buah duku dengan variasi lama pengawetan..J. Teknik Kimia. 2(19): 17–26

Widodo, S. E., dan Zulferiyenni. 2008. Aplikasi chitosan dalam teknologi pengemasan berat­mosfir-termodifikasi buah duku. Prosiding Seminar Nasional Pangan 2008: Peningkatan Keamanan Pangan Menuju Pasar Global. Per­himpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia dan Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Per­tanian UGM, Yogyakarta. p TP278─TP287.

Wills, R.B:H., W.B. Wc Glasson. D. Graham, T.H. Lee,E.G. Hall. 1989. Postharvest An Introduction to the Physiology and Handling of Fruits and Vegetables A. VI Publ., Connecticut.

Winarno, F.G danMoehammad A. 1981. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Gramedia. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar