PANEN DAN FISIOLOGI PASCAPANEN PISANG, JAMBU BIJI,
DAN NANAS DI PT. NUSANTARA TROPICAL FRUIT
(Laporan Praktikum Panen dan Fisiologi
Pascapanen)
Oleh
Siti Jarlina
1524011014
MAGISTER AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Panen merupakan kegiatan pemetikan atau pengambilan buah pada saat buat memasuki
tahap matang atau masak. Setelah dipanen, penanganan pascapanen pada buah perlu
dilakukan untuk menjaga kualitas buah dari kerusakan pada saat panen ataupun
setelah pemanenan. Dengan demikian
penanganan pascapanen adalah kegiatan yang dilakukan sejak panen hingga hingga
produk akan dikonsumsi oleh konsumen atau produk akan diolah oleh industri
pengolahan pangan (Ahamd, 2013).
Berdasarkan hal tersebut maka
penanganan pascapanen yang dilakukan dengan perlakuan pascapanen dilakukan
beberapa tahap dan disesuaikan kebutuhan produk. Perlakuan pascapanen antara
lain yaitu; perawatan, penghambatan tunas (pada ubi, umbi, atau biji), penerapan
fungisida (pada pisang, dan nanas di PT.
NTF), penyimpanan (pengaturan suhu penyimpanan), pengawetan (pengeringan,
peggunaan bahan kimia, dan perlakuan panas). Perlakuan pascapanen dilakukan
harus sesegara mugkin sehingga dibutuhkan penerapan teknologi pascapanen
(Soesanto, 2006)
Penerapan teknologi pascapanen pada produk
merupakan kegiatan pendukung penerapan pascapanen, sehingga tahapan tersebut
dapat memepertahankan kualitas produk, dan yang paling penting tidak terjadi
susut panen setelah produk dipanen (Ahmad, 2013). Penerapan teknologi
pascapanen dilakukan karena produk pascapanen mempunyai sifat yang mudah rusak
dalam penanganan pascapanen. Penerapan teknlogi pascapanen juga dilakukan oleh
PT. Nusantara Tropical Fruit (NTF) pada buah pisang, jambu biji, dan
nanas.
Buah
pisang termasuk buah klimakterik yaitu buah yang dapat dipanen pada waktu
matang (mature). Proses pemasakannya diiringi laju respirasi dan laju produksi
etilen yang relatif tinggi. Pada tahap pemasakan buah
pisang,
besarnya kenaikan kadar air sebanding dengan semakin meningkatnya laju
respirasi
pada jaringan buah. Adanya perbedaan tekanan osmosis antara daging
buah
dan kulit buah selama proses penyimpanan diakibatkan oleh peningkatan
kadar
air pada daging buah (Dumadi, 2001).
Jambu biji (Psidium
guajava L.) tergolong buah
klimakterik dengan masa simpan yang pendek antara 2—7 hari. Hal ini disebabkan buah
jambu biji mudah mengalami kerusakan seperti perubahan tekstur dengan timbulnya
bercak coklat pada kulit buah. Sedangkan nanas merupakan buah non klimakterik
yang dapat dipanen ketika buah masak (ripening). Buah nanas hanya
dapat disimpan selama 2-3 hari tanpa
pendingin (Winarno dan Moehammad, 1981). Dari pembahasan diatas, maka
pentingnya untuk mengetahui perlakuan pascapanen pada buah, khusunya buah
pisang, jambu biji dan nanas di PT. Nusantara Tropical.
1.2. Tujuan
Mengetahui
dan mengamati perlakuan pascapanen dan penerapan teknologi pascapanen pada buah
pisang, jambu biji, dan nanas di PT. Nusantara Tropical Fruit (NTF) sebagai
kegiatan praktikum matakuliah pascapanen.
II. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
2.1. Pisang Cavendish
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
|
Pisang dari kebun dibawa kerumah pengemasan dengan cara degeret dengan
jalur yang telah ditempakan di samping kebun pisang. Jalur seperti jalur
kereta tersebut dibuat seperti jemuran pakaian, agar pisang yang dibawa
menggantung menuju rumah pengemasan. Setiap tandan dibungkus dengan paperbag
dengan tujuan melindungi buah pisang.
|
2.
|
|
Setiap pisang yang telah sampai pada rumah pengemasan, kemudian paper
bag dibuka dan bunga pisang dibuang. Adanya bunga pisabg tersebut dapat
menggangu buah pisang
|
3.
|
|
Kemudian pisang dibawa ke dehender dan dilakukan pemisahan pisang per
sisir dari tandannya
|
4.
|
|
Pisang yang telah terpisah dari tandan dan terpisah menjadi beberapa
sisir kemudian dimasukkan kedalam bak air.
|
5.
|
|
Pisang diseleksi dan dicuci dalam air yang mengalir.
|
6.
|
|
Setelah dicuci dan terseleksi, pisang disusun, dikeringkan.
|
7.
|
|
Setelah ditiriskan, buah pisang enuju tahap selanjutnya
|
8.
|
|
Pada tahap ini pisang diberi perlakuan fungisida dan pelapisan lilin
dengan tujuan agar produk mempunyai masa simpan yang lebih lama dan terhindar
dari gangguan lastic.
|
9.
|
|
Setelah dilakukan perlakuan fungisida dan pelapisan lilin kemudian
pisang ditiriskan kembali
|
10.
|
|
Tidak membutuhahkan waktu lama setelah ditiriskan kembali, pisang
dimasukkan kedalam lastic pengemasan (lastic wrapping).
|
11.
|
|
Pisang yang telah diplastik dengan lastic wrapping.
|
12.
|
|
Pisang yang telah diplatik meduian diikat dengan tali pengikat
|
13.
|
|
Kemudian pisang diberi label, pelabelan setiap pisang berbeda. Hal
tersebut dibedakan berdasarkan tujuan produk untuk dipasarkan, (last atau
Negara yang akan diekpsor)
|
14.
|
|
Setelah dilakukan pelabelan, pisang dikipas dengan tujuan perlakuan
produk
|
15.
|
|
Produk tersebut dimasukkan ke dalam dus pengemasan, yang didalam dus
pengemasan ada plasik pengemasan lagi untuk mengemas sisir-sisir pisang yang
telah dikemas
|
16.
|
|
Setelah dimasukkan kedalam dus pengemasan, buah kemudian diplastik
lagi, dengan tujuan pengemasan. Kemudian dus tersebut ditutup
|
17.
|
|
Setelah dikemas, pisang kemudian ditimbang. Dicatat setiap dus
pengemasan.
|
18.
|
|
Kemudian pisang siap diagkut menuju tempat pemasaran buah.
|
Pisang
tersebut dikemas karena pisang mudah rusak dan cepat mengalami perubahan mutu,
karena kandungan airnya tinggi (Demirel dan Turban, 2003).
Untuk
mempertahankan mutu pisang dan memperpanjang masa simpan maka dilakukan
penanganan pascapanen dengan teknologi pascapanen. Beberapa upaya teknik
pascapanen yang digunakan untuk menghambat pemasakan buah pisang salah satu
diantaranya adalah penggunaan plastik wrapping.
Kemasan
lastic (lastic wrapping) dapat menekan laju transpirasi, kehilangan bobot, dan
menjaga mutu internal dan eksternal dari buah yang akan disimpan (Purvis, 1993
, dan Golomb et al ., 1984).
Kemasan lastic
digunakan karena merupakan kemasan atmosfer termodifikasi pasif (Widodo dan
Zulferiyenni, 2008). Bahan kemasan lastic
dapat menekan laju transpirasi, kehilangan bobot, dan menjaga mutu internal dan
eksternal dari buah yang akan disimpan (Purvis, 1993, dan Golomb et al.,
1984) serta dapat memperlambat perubahan warna pada buah tertentu (Jiang dan
Fu, 1999).
Selain
itu usaha yang dapat memperlambat proses dan mengurangi tingkat
kerusakan yaitu pelapisan buah dengan bahan pelapis dari luar (eksogen). (Wills
et al., 1989). Umumnya bagian
kulit buah mengandung lapisan lilin
alami yang berfungsi sebagai pelindung.
Dalam proses pemanenan, seringkali lapisan tersebut dapat hilang. Usaha yang
dapat dilakukan adalah dengan penambahan
lilin/bahan pelapis secara eksogen. Lapisan lilin dapat mengurangi susut bobot,
menghambat pelunakan (Hagenmaier dan Shaw, 1992), Membentuk halangan bagi
pertukaran udara sehingga tercipta suatu kondisi atmosfer terrnodifikasi dengan
konsentrasi oksigen rendah dan CO2
tinggi (Chu, 1992), dan menghambat proses pemasakan (Bayindirli et al., 1995). Sedangkan penambahan
perlakuan fungisida dengan tujuan agar produk terhindar dari gangguan patogen.
2.2. jambu biji (Psidium guajava L.)
No
|
Gambar
|
perlakuan
|
1.
|
|
Jambu dari kebun dibawa kerumah pengemasan dalam keadaan telah dikemas.
Hal ini dilakukan karena menjaga mutu produk dari kegiatan pengangkutan, agar
tidak terjadi benturan pada buah.
|
2.
|
|
Kemudia lastic pengemas dibuka,
tetapi formnet masih diletakkan pada proses berikutnya.
|
3.
|
|
Buah yang masih memiliki tangkai, kemudian tangkainya dipotong.
|
4.
|
|
Buah yang tangkainya telah dipotong, dan formnet dibuka dan telah diseleksi.
Penyeleksian dilakukan untk memilih buah yang akan dikirim untuk ekspor dan
buah yang akan dipasarkan dipasar local.
|
5.
|
|
Kemudian jambu tersebut dilaukan perlakuan dumping kering dengan cara
dikuas
|
6.
|
|
Setelah dilakuakan dumpig kering kemudian dipasang form net.
|
7.
|
|
Kemudian dilanjutkan pemasangan lastic wrapping
|
8.
|
|
Langkah selanjutnya diberi pelabelan dan dimasukkan kedalam dus
pengemasan.
|
|
|
Setelah selesai dus tersebut ditimbang. Kemudian dicacat jumlah berat
jambu tersebut.
|
Jambu
biji diberi perlakuan yaitu dengan penggunaan plastik wrapping. Perlakuan tersebut bertujuan agar masa
penyimpanan lebih panjang dibandingkan kontrol. Hal ini dikarenakan jambu biji
mengalami respirasi dan transpirasi yang tinggi selama penyimpanan sehingga dapat
mengalami susut bobot pada buah. Susut bobot pada buah berkenaan dengan banyaknya air yang hilang
akibat proses transpirasi melalui pori-pori buah. Terjadinya susut bobot buah
akan menurunkan nilai penampakan buah, karena timbulnya kerut pada kulit buah
pada saat proses repirasi (Widodo et
al., 2010b; dalam Widodo et al., 2012 ). Proses respirasi
menghasilkan energi dalam bentuk panas, sehingga diperlukan perlakuan
pengemasan. Pengemasan dapat menekan susut bobot buah lebih baik dibandingkan
tanpa pengemasan (Islam et al, 2008).
Pengemas
dengan bahan plastik dapat menurunkan laju respirasi. Pengemas dari bahan
plastik mempunyai keunggulan yaitu memiliki
sifat yang transparan, kuat, dan elastis. Selain itu, plastik mempunyai sifat
penahan uap air sehingga proses penguapan menjadi terhambat. Plastik kemas
dapat meminimalkan pertukaran kelembapan antara buah dan lingkungan luar buah
jambu biji Hasil, karena tingkat O2 dan perembesan CO2 terendah
dibandingkan dengan kemasan lainnya (Jacomino et al., 2001).
2.3. Nanas (Ananas comosus Merr)
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
|
Buah nanas dari kebun diturunkan dari truk pengangkut, kemudian mahkota
nanas dibuang untuk nanas yang akan dipasarkan dengan permintaan mahkota
dibuang. Sedangkan untuk pasar yang meminta mahkota tidak dibuang maka hanya
merapihkan potongan bawahnya. Tetapi sebelum masuk ke pencucian, nanas yang
ada kutu putih dilakukan penyemprotan dengan kompresor.
|
2.
|
|
Setelah dirapikan kemudian buah dimasukkan kedalam bak penampungan air,
dengan tujuan membersihkan buah nanas dari kotoran yang erbawa dari kebun.
|
3.
|
|
Setelah itu dikeringanginkan beberapa saat (ditiriskan).
|
4.
|
|
Bagian buah yang luka dicelupkan ke larutan klorin.
|
5.
|
|
Setelah itu dikeringanginkan beberapa saat (ditiriskan).
|
|
|
Kemudian dimasukkan kedalam fungisida bagian buah yang luka, agar
terhindar dari pathogen.
|
|
|
Kemudian dikeringanginkan (ditiriskan) dengan menggunakan kipas.
|
|
|
Setelah buah kering kemudian diberikan label
|
|
|
Nanas yang telah diberi label kemudian dimasukkan kedalam dus
pengemasan
|
|
|
Biasanya 1 dus (kotak pengemasan) berisi 5 buah nanas. Tetapi dalam hal
ini juga bergantung pada besarnya buah nanas yang masuk ke dus (kotak
pengemasan).
|
Buah
nanas yang telah di panen kemudian diberi perlakuan penambahan klorin dan
fungisida dengan tujuan untuk menjaga mutu buah nanas, termasuk membersihkan
mealybug dan mold patogen pada buah nanas. Klorin ditambahkan pada air
pencucian buah. Klorin merupakan zat desinfektan yang biasa digunakan dalam
proses panen maupun pascapanen. Desinfeksi merupakan perlakuan pada air saat
pencucian buah untuk membunuh patogen, bakteri, fungi, virus, dan mikroorganisme
lainnya (Pardede, 2009).
Sedangkan
pencelupan pada fungisida dengan menggunakan kitosan. Menurut Trisnawati
(2013), kitosan mampu menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman yang
dapat mendegradasi kitin yang merupakan penyusun utama dinding sel fungi
sehingga kitosan juga bermanfaat sebagai fungisida. Dengan penggunaan kitosan
diharapkan dapat melindungi buah dari infeksi patogen pascapanen.
Perlakuan
diaplikasikan sebelumnya di lakukan pemilihan tiga tingkat
kemasakan
buah (KI, 10 –15 dan 25%) di packing house. Buah kemudian di
cuci
dengan menggunakan air (kontrol), air dengan penambahan 100
dan
200 ppm klorin, kemudian dicelupkan ke dalam larutan kitosan atau
KD-112.
III. KESIMPULAN
Dari hasil
pengamatan maka didapatkan kesimpulan yaitu:
1.
Untuk memperpanjang masa simpan buah dan menghindari serangan pathogen
pada produk maka dilakukan perlakuan pascapanen yaitu pengemasan, pelapisan
etilen, dan perlakuan fungisida.
2.
Pada buah pisang dilakukan dengan perlakuan fungisidan, pelapisan etilen
serta perlakuan pengemasan dengan menggunakan plastik wrapping.
3.
Pada buah jambu biji dilakukan pengemasan dengan menggunakan plastik
wrapping.
4.
sedangkan nanas dilakukan perlakuan pencelupan pada klorin dan fungisida
pada buah nanas yang luka.
DAFTAR PUSTAKA
Bayindirli, L.,
G. Summu, K. Kamadan. 1995. Effect Of Semperfresh and Johnfresh coatings on
poststorage quality of 'Satsuma' mandarins. J. Food Proc. and Preserv.19:399-407.
Chu, C.L. 1992.
poststorage application of TAL Prolong on apples from controlled atmosphere storage.
Hort. Sci. 21 : 267 – 268
Dumadi, S. R.
2001.Penggunaan kombinasi adsorban untuk memperpanjang umur simpan buah pisang
Cavendish. J. Teknologi dan Industri Pangan. 12(1):13-20
Golomb, A., S.
Ben-Yehoshua, dan Y. Sarig. 1984. High-density polyethylene wrap improves wound
healing and lengthens shelf-life of mechanically harvested grapefruit. J. of
the American Society for Horticultural Science109 (2): 155-159
Hagenmaier, R. D, dan P. E. Shaw.
1992. Gas permeability of fruit coating wax.
J. of American Society For Horticulture
Science 117(1): 105-109.
Islam,
F., A. Islam, M. A. Z. A. Munsur, dan M. A. Rahim. 2008. Shelf life and quality
of guava cv. Kazi as affected by stages of ripening, storage temperature and
wrapping materials. Progressive Agriculture 19(2): 1-12.
Jacomino, A. P., C. I. G. D. L. Sarantópoulos, J. M. M. Sigrist, R.
A. Kluge, dan K. Minami. 2001. Sensorial characteristics of “Kumagai” guavas
submitted to passive modified atmosphere in plastic packages. J. of Plastic
Film and Sheeting. 17: 6-21.
Jiang, Y.,D. C.
Joyce, and A. J. Macnish. 1999. Extension of the self life of banana fruit
by1-Methylcyclopropene in combination with polyethylene bag. Postharvest
Biology and Technology 16:187-193
Pardede E.
2009. Buah dan sayur olahan secara minimalis. Visi.17(3): 245–254.
Purvis, A. C.
1993. Effects of films thickness and storage temperature on water
loss and internal quality of
seal-packaged grape fruit. J. of theAmerican Society for Horticultural
Science. 108(4):562-566
Soesiladi
E. Widodo1), Zulferiyenni2), dan
Icha Maretha. 2012.
pengaruh penambahan indole acetic acid (iaa) pada pelapis kitosan
terhadap mutu dan masa simpan buah jambu biji (psidium guajava l.)
‘crystal’. J. Agrotropika 17(1): 14-18
Trisnawati E,
Andesti D, & Saleh A. 2013. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang kepiting
sebagai bahan pengawet buah duku dengan variasi lama pengawetan..J. Teknik
Kimia. 2(19): 17–26
Widodo, S. E., dan Zulferiyenni. 2008. Aplikasi
chitosan dalam teknologi pengemasan beratmosfir-termodifikasi buah duku.
Prosiding Seminar Nasional Pangan 2008: Peningkatan Keamanan Pangan Menuju
Pasar Global. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia dan Jurusan
Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM, Yogyakarta. p TP278─TP287.
Wills, R.B:H., W.B. Wc Glasson. D.
Graham, T.H. Lee,E.G. Hall. 1989. Postharvest An Introduction to the Physiology
and Handling of Fruits and Vegetables A. VI Publ., Connecticut.
Winarno, F.G
danMoehammad A. 1981. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Gramedia.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar