PENGUJIAN
KEMAMPUAN AGENSIA HAYATI (Trichoderma sp.)
UNTUK MENGHAMBAT PERTUMBUHAN PATOGEN (Culvularia
sp.) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosusL.) SECARA
IN VITRO DENGAN METODE KULTUR GANDA
(Laporan Praktikum Epidemiologi dan
Pengendalian Penyakit Tanaman)
Oleh
Fajri Taufik Akbar
Farida Hanum
I Dewa Gede Indrayana
Mustika Adzania Lestari
Novisha kurnia utami
Siti Jarlina
PROGRAM
STUDI MAGISTER AGRONOMI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR
LAMPUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Nanas (Ananas comosusL.)
merupakan salah
satubuah komoditas perdagangan
Indonesia. Permintaan buah nanas
dari tahun ketahun mengalami
peningkatan,
baik dipasarkan
dalam
negeri maupun
luarnegeri. Permintaan dalam negeri (domestik) semakin meningkat
dikarenakan
pertumbuhan jumlah penduduk dan
sadarnya nilai vitamin
padabuah. Permintaan luar
negeri
meningkat
dapat dilihat dari nilai ekspor nanas Indonesia padatahun
2014 mencapai US$ 193,35 juta (Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian,
2015).
Negara tujuan utama
ekspor nanas Indonesia adalah Amerika Serikat sebesar US$ 56,32 juta lalu diikuti dengan beberapa negara lainnya.
Menurut
FAOSTAT (2011),Indonesia menempati posisi
ketujuh dari negara-
negarapenghasilnanas
segar
setelah negara Brazil,
Thailand, Filipina,
Costa Rica, China, danIndia.
Menurut Badan Pusat
Statistik (2013),
produksi buah nanas
di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1.837.159
ton atau naik dari
tahun
sebelumnya
(2012) 1.540.626 ton. Salah
satu daerah sentra produksi nanas di Indonesia
adalah Lampung.
Lampung memproduksi 722.620 ton buah nanas
pada tahun 2013 (BPS, 2013). Agroklimat di Lampungsangat cocok
untuk pertumbuhan nanas. Tanaman
nanas akan
tumbuh baik diketinggian 800-1.200 m dpl pada suhu 23-32 oC dengan
intensitas
cahaya matahari berkisar 33-71% serta curah
hujan sekitar 1000– 1.500
mmper tahun. Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 10-700
m dpl (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Patogen yang menyerang tanaman nanas yaitu jamur Curvularia sp. yang
menyerang bagian daun nanas.
Jamur ini akan menyebabkan daun mempunyai
bercak. Bercak ini terjadi
dimulai adanya titik berwarna kecoklatan pada daun,
titik ini dikelilingi oleh selaput hitam transparan, selaput hitam
tersebut akan
berubah menjadi kuning muda (Susanto et al., 2013).
Pada umumnya pegendalianpatogen Curvularia
sp.menggunakan fungisida sintetis yang dapat menimbulkan banyak dampak negatif antara lain resistensi patogen,
pencemaran lingkungan,dan juga dapat membahayakan
manusia.
Untuk mengurangi dampak tersebut perlu
dicari alternatif pengendalian lain yaitu dengan
memanfaatkan
mikroorganisme
yang bersifat antagonis dan telah diketahui mampu menghambat perkembangan patogen (Balitbu, 2008).
Pengendalian penyakityang ramah lingkungan dan berpotensi untuk
dapat dikembangkan ialah pengendalian hayati dengan menggunakan mikrobia yang
hidup sebagai agen biopestisida secara langsung maupun tidak langsung untuk mengontrol
serangan penyakit. Beberapa jenis mikrobia yang sudah banyak dikembangkan
dandiaplikasi sebagai bahan baku biofungisida adalah Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Aspergillus niger(Nugroho et al., 2001).
Mikroba antagonis Trichodermasp. merupakanagensiahayatiyang potensialuntuk dikembangkan sebagai pengendali
hayati patogen. Agensiahayati Trichoderma sp. Telah banyak digunakan oleh petani di berbagai daerah
seperti di
Kalimantan Selatan,
Yogyakarta dan di Sumatera Barat. Jamur Trichoderma sp. diketahui
mempunyai sifat
antagonis
terhadap Sclerotium
rolfsii, Fusarium
oxyaporum. f.sp. cubense,danRhizoctoniasolani.
Hal tersebut membuktikan bahwa isolat lokal (indigenous)
memiliki potensi dalammenekanpatogenyangterdapatdi
daerah asalnya.
Selanjutnyapengendalianhayati bersifat spesifik lokal
yakni mikroorganisme
antagonis
yang
terdapat di suatu
daerah hanya akan memberikan hasil yang baik
didaerah itu juga. Mekanisme antagonis yang dimiliki
oleh
jamur
Trichoderma terdiri dari persaingan (kompetisi),parasitisme, antibiosisdan lisis (Arzamartbela,
2009).
Oleh karena itu pengendalian hayati dengan
menggunakanmikroorganisme merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikaji dan
dikembangkan.Hal ini disebabkan karena pengendalian hayati relatif aman dan
bersifat ramah lingkungan serta telah banyak dilaporkan bahwa beberapa mikroorganisme
antagonis memiliki daya antagonisme yang tinggi terhadap patogen tanaman (Wagiman,
2003).
1.2 Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kemampuan
agensia hayati (Trichoderma sp.)
untuk menghambat pertumbuhan patogen (Culvularia
sp.) pada tanaman nanas secara in vitro
dengan metode
kultur
ganda.
II.
TINJUAN PUSTAKA
2.1TanamanNanas(AnanascomosusL.)
Nanas (AnanascomosusL.) adalah tanaman
buah berupa semak yang berasal dari
Brasil. Nanas pertama
kali masuk keIndonesia
pada
abad ke-15, dibawa oleh pedagan gSpanyol.
Pada awalnya tanaman nanas merupakan
tanaman yang dibudidayakan di perkarangan rumah, namun kemudian
tanaman
ini meluas menjadi tanaman
perkebunan (BAPPENAS,
2000).
Menurut Bartholomew et
al. (2003), tanaman nanas
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Superdivisio : Spermatophyta(tumbuhan berbiji)
Divisio : Magnoliophyta(berbunga)
Kelas : Liliopsida(monokotil)
Ordo : Bromeliales
Famili : Bromeliaceae (nanas-nanasan)
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus (L.) Merr.
Tanaman
nanas merupakan
tanaman yang bersifat tahunan. Tinggi
tanaman nanas
berkisar 50-150cm.
Daun berbentuk pedang, tebal,
panjang sekitar
± 100 cm dengan lebar 2-8
cm, ujung daun nanas lancip, tepi
daun memiliki duri dan warna
daun hijau. Bentuk buah
nanas
yaitu bulat panjang,warnadagingnanasmuda berwarnahijau danwarnadagingnanas tuaataumasak berwarna
kuning.
Buah
nanas
muda mempunyai mata berwarna
kelabu
atau hijau muda, kelopak kecil-
kecilyangmenutupi separuh dari mata
dan
berwarna
kelabu keputih-putihan
sehinggabuah tampak kelabu. Apabila buah telah tumbuh maksimal (tua
atau mature) dan sejalan dengan
proses pematangan
makawarnanyaberubah
(Tim
Karya Tani, 2010).
2.2 Jamur patogen Curvularia sp.
Curvularia sp. merupakan
patogen bagi berbagai tanaman di daerah
tropik dan subtropik. Curvularia sp.mempunyai
kisaran inangyangsangat
luas,
Curvularia sp.dapat
menyebabkan penyakitbercak
daun
pada
nanas
dan
pisang dengan
intensitas penyakit sampai
1–32% (Soesanto,
2006). Jamur ini menyerangmulai padafase pembibitan, bibit
tanaman yang terserang
Curvularia sp.dapat
menyebabkan
kematian bibit apabila penyakit ini tidak dikendalikan. Gejalaserangan ditunjukkan
oleh adanya bercak yang berbentuk oval dan agak
cekung pada daun, warna bercak
agak
coklat dan berwarna
kuning. Bercak
daun
Curvularia sp.umumnya terjadi
pada lingkungan yang kelembabannya tinggi (Escalanteet
al.,2010).
Menurut
NationalCenterForBiotechnologiInformasi (2011),
jamur Curvularia sp.diklasifikasikansebagai
berikut:
Kingdom : Fungi
Subkingdom : Dikarya
Phylum : Ascomycota
Unranked : Saccharomyceta
Subphylum : Pezizomycotina
Unranked : Leotiomyceta
Class : Dothideomycetes
Subclass : Pleosporomycetidae
Ordo : Pleosporales
Subordo : Pleosporineae
Family : Pleosporaceae
Genus : Curvularia
Spesies : Curvularia
sp.
2.3 JamurTrichodermasp.
Jamur tanah merupakan
salah
satu mikroorganisme yang penting di dalam populasi tanah. Jamur Trichoderma
sp. merupakan salah
satu dari sekian banyak
jamurtanah. Jamur inibersifat jamurantagonis
sehingga
dapat
mengendalikan
beberapa
jamur patogen di dalam tanah
seperti
Phytophthora sp., Pythium sp., Rhizoctonia sp., Fusarium sp., Sclerotiniasp., Jamur Trichoderma sp.memiliki ciri morfologi
sebagai berikut:miselium
bersepta, konidioforanya
bercabang
dengan arah
yang berlawanan, konidianya berbentuk bulat
atau oval dan satu sel melekat satu sama lain,warma hijau terang. Setelah konidia atau tubuh buahnya terbentuk maka jamur ini akan terlihat
berwana hijau kebiruan. Konidia tersebut mempakan
sel tunggal yang berbentuk oval yang saling melekat satu sama
lain
(Rifai, 1996 dalamArzamartbela,
2009).
Menurut
Semangun (2007)
, jamur Trichoderma sp. Diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Mycetaceae
Divisio : Amastigomycota
Class : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma
sp.
III.
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1. Alat dan
Bahan
Adapun
alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain cawan petri, jarum ent,
bor gabus, bunsen, laminar air flow, tissue, spidol permanen, dan penggaris.
Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain biakan murni jamur
patogen Culvularia sp., biakan murni Trichoderma sp., media PDA, dan alkohol
70%.
3.2 Prosedur
Kerja
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini antara lain:
1. Disiapkan cawan petri steril yang berisi
media PDA.
2. Diletakkan potongan bor gabus biakan
murni patogen Culvularia sp. dari pinggir
petri dan potongan bor gabus biakan murni Trichoderma
sp. dari pinggir petri yang berlawanan dengan potongan bor gabus biakan
patogen Culvularia sp..
3. Diukur jari-jari koloni patogen Culvularia sp. yang menuju dan menjauhi
koloni jamur Trichoderma sp..
4. Dihitung persentase penghambatan jamur Trichoderma sp. dengan menggunakan rumus
Persentase penghambatan
Keterangan:
r1 = Jari-jari koloni jamur patogen Culvularia sp.
yang berlawanan arah dengan jamur Trichoderma
sp.
r2 = Jari-jari koloni jamur patogen menuju
ke arah jamur Trichoderma
sp. tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan 3 hari
setelah aplikasi
Dual culture (Perlakuan)
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7:1,8
cm, dengan Trichoderma dan curvularia mulai tumbuh luas
dikarenakan nutrisi yang cukup ada pada petridish.
Nilai hambatan
61%*
|
2.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7:1,9
cm, dengan Trichoderma dan curvularia mulai tumbuh luas
dikarenakan nutrisi yang cukup ada pada petridish
Nilai hambatan
63%*
|
3.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,8:2,1
cm, dengan Trichoderma dan curvularia mulai tumbuh luas
dikarenakan nutrisi yang cukup ada pada petridish
Nilai hambatan 62%*
|
4.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,4: 1,0
cm, dengan Trichoderma dan curvularia mulai tumbuh luas
dikarenakan nutrisi yang cukup ada pada petridish
Nilai hambatan 60%*
|
5.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7: 1,9
cm, dengan Trichoderma dan curvularia mulai tumbuh luas
dikarenakan nutrisi yang cukup ada pada petridish
Nilai hambatan 63%*
|
6.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7: 1,8
cm, dengan Trichoderma dan curvularia mulai tumbuh luas
dikarenakan nutrisi yang cukup ada pada petridish
Nilai hambatan 61%*
|
4.2.
Hasil Pengamatan 4 hari setelah aplikasi
Dual culture (Perlakuan)
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7:1,9
cm, dengan Trichoderma
mulai menghambat pertumbuhan curvularia,
trichoderma makin meluas dan curvularia mulai berhenti pertumbuhannya karena
terhambat
Nilai hambatan 63%*
|
2.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7:2,2
cm, dengan Trichoderma
mulai menghambat pertumbuhan curvularia,
trichoderma makin meluas dan curvularia mulai berhenti pertumbuhannya karena
terhambat
Nilai hambatan 68%*
|
3.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,8:2,2
cm, dengan Trichoderma
mulai menghambat pertumbuhan curvularia,
trichoderma makin meluas dan curvularia mulai berhenti pertumbuhannya karena
terhambat
Nilai hambatan 63%*
|
4.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,4:1,2
cm, dengan Trichoderma
mulai menghambat pertumbuhan curvularia,
trichoderma makin meluas dan curvularia mulai berhenti pertumbuhannya karena
terhambat
Nilai hambatan 66%*
|
5.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7: 2,0
cm, dengan Trichoderma
mulai menghambat pertumbuhan curvularia,
trichoderma makin meluas dan curvularia mulai berhenti pertumbuhannya karena terhambat
Nilai hambatan 65%*
|
6.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7: 1,9
cm, dengan Trichoderma
mulai menghambat pertumbuhan curvularia,
trichoderma makin meluas dan curvularia mulai berhenti pertumbuhannya karena
terhambat
Nilai hambatan 63%*
|
4.3. Hasil Pengamatan 5 hari setelah aplikasi
Dual culture (Perlakuan)
|
Gambar
(Curvularia Vs. Trichoderma)
|
(diameter)
|
1.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7: 1,9 cm, dengan Trichoderma
telah menutupi seluruh permukaan cawan petri hingga sedikit pada bagian tepi
menutupi Curvularia. Warna kehijauan pekat merupakan warna Trichoderma
yang telah mendominasi.
Nilai hambatan 63%*
|
2.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7: 2,2 cm, dengan Trichoderma
telah menutupi seluruh permukaan cawan petri hingga menutupi Curvularia. Warna kehijauan
pekat merupakan warna Trichoderma yang telah mendominasi
Nilai hambatan 68%*
|
3.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,8: 2,3 cm, Kenampakan
awal Curvularia berhasil berkembang dengan diameternya lebih besar dibanding
kan dengan perlakuan lain, tetapi kemudian berhasil ditekan oleh Trichoderma
pertumbuhannya.
Nilai hambatan 65%*
|
4.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,5:1,4 cm, walaupun
terjadi kontaminasi tetapi dengan melihat diameter tersebut bahwa Trichoderma
lebih kuat pertumbuhannya dibandingkan Vulcularia walaupun terjadi
kotaminasi oleh bakteri
Nilai hambatan 64%*
|
5.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7: 2,1 cm, Kenampakan
awal Curvularia berhasil berkembang dengan diameternya lebih besar dibanding
kan dengan perlakuan lain, tetapi kemudian berhasil ditekan oleh Trichoderma
pertumbuhannya.
Nilai hambatan 66%*
|
6.
|
|
Diameter Curvularia
kearah mendekati dan menjauhi Tricoderma yaitu 0,7: 1,9 cm, Kenampakan
awal Curvularia berhasil berkembang dengan diameternya lebih besar dibanding
kan dengan perlakuan lain, tetapi kemudian berhasil ditekan oleh Trichoderma
pertumbuhannya.
Nilai hambatan 63%*
|
*dilampirkan
4.4. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa luas dan diameter koloni Trichoderma sp.
menunjukkan pertumbuhan cendawan pada media selama beberapa hari
pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan bahwa luas
koloni Trichoderma sp. yang diletakkan berhadapan dengan patogen
meningkat secara bertahap pada 3 hsa, 4hsa, dan 5 hsa. Pada hari pengamatan cendawan ini mampu
berkembang secara pesat sehingga memenuhi cawan petri pada pengamatan terakhir. Luas koloni Trichoderma sp. yang pada hari kelima pada metode dual culture
ini mencapai 7 cm. Diameter koloni
cendawan Trichoderma sp. juga menunjukkan kecenderungan perkembangan
yang sama dengan luas koloni. Sedangkan luas pada diameter koloni curvularia
sp. pada masing-masing biakan mengalami pertumbuhan pesat pada pengamatan
hari ketiga. namun mulai menunjukkan pertumbuhan yang lambat pada hari ke empat
sampai ke lima.
Perkembangan luas koloni patogen terhambat
dengan kehadiran cendawan Trichoderma, sehingga pada hari kelima luas
koloni Curvularia tertinggi hanya
mencapai 3,1 cm pada ulangan
ketiga, Luas diameter koloni patogen
lebih rendah dibandingkan luas koloni Trichoderma sp. Hal ini diduga
karena adanya agen antagonis Trichoderma sp. yang menghambat pertumbuhan
patogen tersebut melalui mekanisme
mikoparasit, antibiosis dan persaingan ruang dan nutrisi. Menurut Sharma dan
Dohroo (1991) dalam Arya dan Perello (2010), Trichoderma sp. mampu
mengeluarkan senyawa antibiotik seperti gliotoksin dan glioviridin. Pernyataan
ini dipertegas oleh Vey et al., (2001), yang menyatakan bahwa Senyawa
antibiotik tersebut mempengaruhi dan menghambat banyak sistem fungsional dan
membuat patogen rentan.
Persentase hambatan patogen oleh Trichoderma dari hari
ke hari menunjukkan kecenderungan semaakin tinggi, di mana pada uji antagonis
terhadap curvulari sp dengan
nilai hambatan pada hari kelima paling tinggi yaitu sebesar 68% pada ulangan
kedua dan paling kecil persentase hamabatannnya sebesar 63% pada ulangan pertama
dan ke enam. Hal ini dikarenakan pertumbuhan Trichoderma dan Curvularia
juga dihambat dengan kontaminasi oleh bakteri. Menurut (Soesanto, 2008),
penggunaan agensia antagonis yang secara alami ada dan terdapat di lokasi atau
daerah tersebut merupakan cara terbaik untuk dijadikan agensia hayati,
mengingat agensia antagonis tersebut tidak membutuhkan waktu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan barunya.
Hasil praktikum ini juga didukung Harman (2012), menyatakan
bahwa Trichoderma sp. mampu mengendalikan berbagai jenis cendawan
patogen, namun banyak strain Trichoderma sp. yang lebih efisien dalam
menghambat beberapa patogen dibandingkan patogen yang lain. Selain Curvularia,
Trichoderma juga bisa menghambat patogen lain sebagai contoh penelitian
Kuberan et al. (2012), yang melaporkan bahwa Trichoderma sp. asal
daun teh mampu menekan perkembangan penyakit brown blight (Glomerella
cingulata) yang juga berasal dari daun teh dengan persentase penghambatan
yang lebih dari 50%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan Hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Trichoderma sp. dapat menghambat pertumbuhan cendawan patogen Curvularia
sp. secara in vitro.
2.
Daya hambat Trichoderma sp. yang paling tinggi
Terhadap Curvularia sp. terdapat
pada ulangan kedua yaitu sebesar 68% pada hari kelima.
5.2.
Saran
Uji antagonis ini perlu diaplikasikan secara
lapang, dikarenakan telah teruji secara
in vitro dan Trichoderma sp. berhasil menghambat pertumbuhan Curvularia
sp.
DAFTAR
PUSTAKA
Arya, A and A.
E. Perello. 2010. Management of Fungal Plant Pathogen. Publised by CAB
International. London.
Arzamartbela, R. 2009. Eksplorasi dan Pengujian jamur Antagonis
(Trichorderma sp.) Untuk MengendalikanGanoderma boninense Pat. Penyebab Penyakit Busuk
pangkalBatang KelapaSawit SecaraIn Vitro. SkripsiFakultas
Pertanian UniversitasLampung.
46 hlm.
Badan Pusat
Statistik. 2013. Data Produksi TanamanNanas. Jakarta. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Diakases 05 Juni2016, pukul 03.00 WIB.
Balitbu. 2008. Budidaya Nanas. Agro Inovasi Litbang Pertanian. 24
hlm
Bappenas. 2000.
SistimInformasi Manajemen
Pembangunan di
Perdesaan
TentangTanaman Nanas. Bappenas.
Jakarta.
250-278.
Bartholomew,D.P., R.E.
Paul, and K.G. Rohrbach. 2003. Pineapple: Botany,
Production, and Uses.
CABinternational.
13– 33.
Escalante,
M., D.Damas,D. Marque,
W. Gelvez,H. Chacon,
A. Diaz, B.Moreno. 2010. Diagnosis andEvaluation of PestalotiopsisandInsect
Vectors
in anOil Palm Plantations at
the
South of MaracaiboLake.Vanujuela.J.
bioagro.22 (3): 211 -216.
FAOSTAT.
2011. Top Productin
Rice2011.
FAOFood and
Agriculture
Harman, G. E.
2012. Biological control. Cornell University (Online)
(http://www.biocontrol.entomol ogy.cornell.edu/pathogens/tricho derma.html)
diakses tanggal 06Juni 2016).
Kuberan, T., R.
S. Vidhyapallavi, A. Balamurugan, P. Nepolean, R. Jayanthi and R. Premkumar.
2012. Isolation and biocontrol potential of phylloplane Trichoderma against
Glomerella cingulata in tea. J. Agricultural Technology. 8(3):
1039-1050.
National Center
for Biotechnology
Information (NCBI).
2011. NCBITaxonomy.
http://www.gbif.org/species/105142528Diakses 05Juni2016.
Nugroho.S.,H.S.DarwisdanT.Liwang.
2001.Uji Antagonis beberapa
isolatTrichodermasp. terhadapUstilinazonatapadamediaPDA.
Dalam Prosiding Kongres
NasionalXVIdanSeminarIlmiahPekanBaru.Riau.22-24 Agustus.Hlm367-368
Pusat Data dan SistemInformasi Pertanian.
2015.EksporImpor Komoditas
Pertanian. Buletin
Triwulanan7 (1): 1-13.
Semangun, H.
2007. Penyakit-PenyakitTanamanHortikultura. Gadjah
MadaUniversity. Yogyakarta.Hlm:511–
522.
Soesanto,L. 2006.PenyakitPascapanen.
kanisius. Yogyakarta. 257 hlm.
Soesanto, L. 2008. Pengantar
Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Susanto,
A., A.E. Prastyo. 2013. Respons Curvularia lunata Penyebab Penyakit
Bercak Daun Kelapa Sawit terhadap
Berbagai Fungisida. J. Fitopalogi
Indonesia. 9 (6) : 165–172
Tim KaryaTani
Mandiri. 2010. Pedoman
Bertanam BuahNanas. NuansaAulia.Bandung.
176 hlm.
Vey, A., R. E. Hoagland dan T. M. Butt. 2001. Fungi as Biocontrol
Agents: progress problems and potential. In Butt, T. M., C. Jackson and N.
Magan (Ed). Toxic metabolite of fungal biocontrol agents. Publishing CAB
International. London.
Wagiman, F.
X. 2003. Penyakit Tanaman : Ciri
Morfologi, Biologi dan Gejala
Serangan. Jurusan Penyakit Penyakit Tanaman, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 278 hlm.
LAMPIRAN
Persentase hambatan dihitung dari
umur 3 HSI sampai 5 HSI.
Dengan menggunakan rumus menurut Nugroho et al., (2001) dalam Supriati
et al., (2010).
P= r1-r2 x 100%
r1
Keterangan:
P = Persentase penghambatan.
r1 = Jari-jari koloni patogen yang
berlawanan arah dengan cendawan antagonis.
r2 = Jari-jari koloni cendawan
patogen menuju ke arah cendawan antagonis.
Pengamatan
hari ketiga ulangan ke-
1. P= 1,8-0,7 x100 % = 61%
1,8
2. P= 1,9-0,7 x100 % = 63%
1,9
3. P= 2,1-0,8 x100 % = 62%
2,1
4. P= 1,0-0,4 x100 % = 60%
1,0
5. P= 1,9-0,7 x100 % = 63%
1,9
6. P= 1,8-0,7 x100 % = 61%
1,8
Pengamatan
hari keempat ulangan ke-
1. P= 1,9-0,7 x100 % = 63%
1,9
2. P= 2,2-0,7 x100 % = 68%
2,2
3. P= 2,2-0,8 x100 % = 63%
2,2
4. P= 1,2-0,4 x100 % = 66%
1,2
5. P= 2,0-0,7 x100 % = 65%
2,0
6. P= 1,9-0,7 x100 % = 63%
1,9
Pengamatan
hari kelima ulangan ke-
1. P= 1,9-0,7 x100 % = 63%
1,9
2. P= 2,2-0,7 x100 % = 68%
2,2
3. P= 2,3-0,8 x100 % = 65%
2,3
4. P= 1,4-0,5 x100 % = 64%
1,4
5. P= 2,1-0,7 x100 % = 66%
2,1
6. P= 1,9-0,7 x100 % = 63%
1,9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar