Rabu, 19 Oktober 2016

penyakit busuk buah kakao (epidemiologi)



EPIDEMI BUSUK BUAH KAKAO (Phytopthora palmivora) (Tugas Makalah Epidemiologi dan pengendalian penyakit tanaman)







Oleh
Siti Jarlina
1524011014















MAGISTER AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao Linnaeus) merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Kakao menjadi salah satu sumber pendapatan dan penyumbang devisa
ketiga sub sektor perkebunan dengan nilai sebesar US $ 201 juta. Selain itu,
perkebunan kakao juga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan mendorong
perkembangan agribisnis dan agroindustri (Dhalimi, 2012).

Di Indonesia mempunyai tanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar
1.462.000 ha., yang terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan negara, dengan produksi mencapai 1.315.800 ton/th. (Karmawati et al., 2010). Di lampung sekitar 14.618 ha merupakan pertanaman kakao milik rakyat dengan pola pengusahaan secara monokultur dan varietas yang beragam. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan terjadinya penurunan produksi hingga 80% (Sulistyowati, 1997 dalam Somad dan Lukman, 2004).

Namun dalam budidayanya tidak terlepas dari masalah hama dan penyakit, salah satu penyakit penting yang menyerang buah kakao adalah penyakit busuk buah Phytophthora (BBP).  Penyakit busuk buah Phytophthora atau biasa disebut juga busuk buah kakao merupakan salah satu penyakit utama yang dapat mempengaruhi sistim produksi kakao di dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 90% terutama pada musim hujan atau musim kemarau pada lahan dengan populasi semut yang banyak (Rosmana et al. 2010a).


1.2. Kerangka Pemikiran

Penyakit utama tanaman kakao baik di Indonesia maupun negara lain adalah busuk buah. Serangan penyakit busuk buah kakao akibat P. palmivora merupakan patogen yang menyerang tanaman kakao di seluruh dunia. Di Asia Tenggara P. palmivora ini ditemukan hampir pada semua penyakit pada tanaman kakao (Rubiyo dan Amaria, 2013).  Seluruh bagian tanaman kakao dapat terinfeksi oleh P. palmivora tersebut mulai dari akar, batang, bunga, buah dan daun. Tetapi kerugian yang sangat tinggi disebabkan pada serangan buah (Opeke and Gorenz, 1974 dalam Rubiyo dan Amaria, 2013). Pada umumnya besarnya kerugian akibat penyakit ini mencapai 20-30% dan kematian tanaman 10% pertahun (ICCO, 2012 dalam Rubiyo dan Amaria, 2013).

Gejala penyakit yang paling umum adalah busuk buah kakao. Bercak pada buah mulai kecil seperti spot-spot yang kotor dan tebal pada bagian buah di mana saja pada setiap fase perkembangan buah. Bercak berkembang dengan cepat menutupi jaringan internal dan seluruh permukaan buah termasuk biji (Guest, 2007 dalam Rubiyo dan Amaria, 2013). Busuk buah dapat ditemukan pada semua tingkatan buah, sejak buah masih kecil sampai menjelang masak warna buah berubah. Pada umumnya mulai ujung buah atau dekat dengan tangkai kemudian meluas keseluruh permukaan buah dan akhirnya buah menjadi hitam. Kerusakan berat bila patogen ini masuk kedalam buah dan menyebabkan pembusukan pada biji. Serangan pada buah muda menyebabkan pertumbuhan biji terganggu yaitu menjadi lunak dan berwarna coklat kehijau-hijauan dan akibatnya mempengaruhi penurunan kualitas biji (Semangun, 1996).

Penyakit busuk buah kakao disebabkan oleh P. palmivora. Pada buah kakao jamur membentuk banyak sporangium. Sporangium dapat berkecambah secara langsung dengan membentuk pembuluh kecambah, tetapi dapat juga berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk zoospora (Semangun, 1996).  Penyakit busuk buah merupakan penyakit yang penting karena P. palmivora menyebabkan buah kakao menjadi busuk sampai pada biji kakao. Hal ini menyebabkan kerugian karena menurunkan produksi buah kakao (Sriwati dan Muarif, 2012).
1.3. Tujuan

Makalah ini bertujuan mengetahui epidemi penyakit buah kakao (Phytopthora palmiwora) dan cara pengendalian penyakit tersebut.
















































II. PEMBAHASAN




A. Perkembangan Penyakit P. palmivora

Faktor utama yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit busuk buah pada tanaman kakao ialah kondisi iklim. Kelembaban yang tinggi akan membantu pembentukan spora dan meningkatkan infeksi. Infeksi hanya dapat terjadi apabila pada permukaan buah terdapat air. Hal ini berasal dari air hujan ataupun terjadi karena pengembunan uap air pada permukaan buah. Hal tersebut yang sering menyebabkan terjadinya busuk buah pada tanaman kakao. Dengan kelembaban yang tinggi patogen dapat menginfeksi dengan baik pada buah kakao (Pawirosoemardjo dan Purwantara, 1992 dalam Chamami dan Hidayanti, 2014).

Perkembangan busuk buah dipengaruhi oleh kelembaban udara, yaitu 80-95% selama 2-4 jam yang mendukung infeksi spora P. Palmivora. Selain itu, busuk buah berhubungan langsung dengan jumlah buah di pohon dan curah hujan, tetapi jumlah buah berbanding terbalik dengan curah hujan sehingga ada interaksi antara curah hujan, keragaman tanaman dan penyakit (Thorold, 1975 dalam Rubiyo dan Amaria, 2013).  Kebasahan permukaan buah dan kelembaban udara berperan langsung terhadap infeksi P. palmivora pada buah kakao. Dalam hal ini peranan curah hujan terjadi secara tidak langsung melalui terjadinya kebasahan permukaan buah dan meningkatnya kelembaban udara. Demikian juga pengaruh suhu terhadap perkembangan infeksi terjadi secara tidak langsung, melalui pengaruhnya terhadap kelembaban udara dan kebasahan buah (Purwantara, 1990 dalam Rubiyo dan Amaria, 2013).

Infeksi P. palmivora dapat langsung terjadi antar buah melalui percikan air hujan dari permukaan tanah, serangga atau vertebrata. Penyebaran P. palmivora banyak dibantu oleh keadaan lingkungan yang lembab. Buah yang busuk pada pohon juga mendorong infeksi pada buah lain yang berdekatan. Di Papua Nugini diketahui semut Crematogaster, Iridomyrmex dan Solenopsis, terbukti merupakan serangga yang membantu penyebaran P. palmivora (Siregar, 2004).

Patogen berada dalam tanah dapat juga terangkut oleh serangga, sehingga dapat mencapai buah yang tinggi. Dari buah yang tinggi sporangium dapat terbawa air ke buah di bawahnya. Dari buah yang terserang P. palmivora dapat berkembang melalui tangkai dan menyerang bantalan bunga dan dapat berkembang terus sehingga menyebabkan terjadinya penyakit (Semangun, 1996).

B. Nilai ekonomi dari kerusakan dan kerugian oleh P. palmivora

Pada tahun 2013 di beberapa daerah sentra tanaman kakao di Indonesia, biji yang rusak karena serta kehilangan hasil panen akibat penyakit busuk buah mencapai 41-53% (Balai Besar Pelatihan Pertanian, 2013b).  Sedangkan Di Lampung pada tahun 2009 dilaporkan jumlah produksi buah kakao di Kabupaten Pringsewu turun sampai 50% akibat serangan hama penggerek buah kakao (Republika Online, 2009) dan kehilangan produksi akibat penyakit busuk buah kakao di Kalirejo, Lampung Tengah pada tahun 2013 dilaporkan turun hingga 90%. Hampir tidak ada petani di Kalirejo yang panen (Radar Lampung, 2013).

B. Pengendalian P. palmivora
1.  Pengendalian Secara Budidaya
a. Tanaman resisten (tahan)
Bahan tanaman yang resisten ataupun toleran merupakan komponen pengendalian jasad pengganggu tanaman yang telah terbukti efektif mengendalikan beberapa kasus serangan hama dan penyakit tanaman. Penggunaan bahan tanaman yang toleran untuk mengatasi penyakit busuk buah merupakan alternatif pengendalian penyakit tanaman yang murah dan ramah lingkungan. Beberapa klon selain berproduksi tinggi juga mempunyai sifat tahan terhadap hama dan penyakit. Seperti klon DR 2, DR 16, PA 300, RCC 71, RCC 73, ICCRI 01, ICCRI 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04 (Rubiyo dan Siswanto, 2012).
b. pemangkasan dan pengaturan penaungan                                                        Saat tanaman kakao belum menghasilkan pemangkasan ditujukkan kepada pembentukan cabang yang seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik. Selain itu, pemangkasan pohon pelindung tetap dilaksanakan agar percabangan dan daun tumbuh dengan baik. Pemangkasan pohon pelindung sementara harus dilakukan agar tidak menutupi tanaman kakao dan menghalangi sinar matahari. Pemangkasan juga diperlukan pada tanaman kakao untuk menghasilkan bentuk pertumbuhan yang baik sehingga mempunyai umur produksi yang panjang. Berkaitan dengan keberadaan hama dan penyakit, pemangkasan diperlukan untuk mengurangi kelembaban sehingga dapat menekan perkembangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit kakao mempunyai korelasi dengan kondisi lingkungan yang lembab dan rimbun seperti hama penggerek buah kakao dan penyakit busuk buah. OPT tersebut berkembang biak dengan baik pada tajuk-tajuk tanaman kakao yang tertutup rapat dan rimbun. Melihat manfaat pemangkasan untuk perkembangan dan produktivitas kakao serta menekan serangan hama dan penyakit, pemangkasan perlu dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan Standar Operasionalnya (Siswanto dan Karmawati, 2011).

2. Pengendalian Secara Kimiawi
a. Penggunaan Fungisida
Penggunaan fungisida kimia masih banyak dilakukan petani untuk melindungi tanaman kakao dari serangan penyakit tanaman kakao. Penyemprotan terhadap buah-buah sehat secara preventif menggunakan fungisida berbahan aktif tembaga (Copper Sandoz, Cupravit, Vitigram Blue, Cobox dan lain-lain). Dalam konsep pengendalian hama terpadu, menggunakan fungisida kimia merupakan salah satu komponen di dalamnya. Tetapi penggunaan fungisida merupakan pilihan terakhir apabila cara lain sudah tidak mampu mengatasi. Penggunaan fungisida harus dilakukan secara tepat waktu, alat, dosis, sasaran aplikasi, tempat dan jenis tanaman (Siswanto dan Karmawati, 2011).

Penggunaan fungisida harus secara selektif untuk mengembalikan populasi OPT pada tingkat keseimbangannya. Selektivitas fungisida didasarkan atas sifat  
fisiologis, ekologis dan cara aplikasinya. Penggunaan fungisida diputuskan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang kendali. Fungisida yang dipilih harus yang efektif dan direkomendasikan (Arifin, 1999 dalam Siswanto dan Karmawati, 2011).

3. Pengendalian Secara Kultur Teknis
a. Penyarungan Buah Kakao
Pengendalian busuk buah menggunakan kantong plastik ini bertujuan untuk menghindari buah kakao terinfeksi oleh jamur P. Palmivora. Penyarungan buah dilakukan pada umur buah sekitar 3 bulan yang diperkirakan panjang antara 8-15 cm, menggunakan kantong plastik atau dapat juga menggunakan bahan lainnya seperti koran bekas, kertas semen, dll. (Noorbaiti, 2012). Penyarungan kantong plastik dapat dilakukan menggunakan alat yang terbuat dari bambu atau pipa paralon berdiameter 5 cm. Hal ini bertujuan untuk membantu petani dalam mennjangkau buah yang tinggi sehingga lebih menghemat waktu (Mustafa, 2003).

Penggunaan plastik transparan dalam penyarungan buah kakao ini memiliki beberapa keunggulan yaitu buah dapat masak lebih awal dikarenakan gas etilen yang bertahan di dalam plastik tidak terlepas di udara sehingga mempercepat proses pemasakan buah kakao (Mustafa, 2005), selain itu plastik transparan dapat menyerap sinar matahari dengan baik sehingga buah kakao tersebut dapat melakukan proses fotosintesis dengan baik. Keunggulan lain dengan penggunaan plastik transparan ini ialah biaya aplikasi yang murah dan dapat digunakan berulang karena plastik tidak rusak setelah pemanenan sehingga menghemat biaya pengeluaran.

Teknik pengendalian secara kultur teknis yaitu menggunakan penyarungan buah kakao dengan plastik transparan. Hal ini dikarenakan penyarungan buah kakao merupakan pengendalian yang direkomendasikan oleh Indonesia sebagai pengendalian OPT pada perkebunan kakao. Penyarungan buah kakao merupakan pengendalian OPT yang sederhana karena pengaplikasiannya yang mudah dan biaya aplikasi yang terjangkau. Selain itu pula, pengendalian dengan penyarungan ini ramah terhadap lingkungan artinya penyarungan ini tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan seperi halnya penggunaan bahan kimia yang umumya digunakan petani dalam mengendalikan busuk buah kakao. Disamping itu, fluktuasi harga kakao yang tidak menentu menyebabkan pengendalian kimia menjadi tidak ekonomis, oleh sebab itu diperlukan alternatif pengendalian lain yang secara bertahap dapat mengurangi ketergantungan pada fungisida kimia yang berdampak negatif pada kesehatan manusia ataupun lingkungan terutama kehidupan musuh alami dan mikroorganisme yang bermanfaat (Rubiyo dan Amaria, 2013).


























III. KESIMPULAN



3.1. Kesimpulan

Penyakit penting pada tanaman kakao adalah penyakit busuk buah kakao (P. palmivora) yang dapat dikendalikan dengan cara budidaya, secara kimia dan secara kultur teknis..


3.2. Saran

Pengendalian penyakit buah kakao jika tanaman kakao telah berbuah yaitu gunakan cara kultur teknis. Dan cara ini paling efektif yaitu penyelubungan buah kakao dengan menggunakan plasik.





DAFTAR PUSTAKA



Chamami, I & Hidayanti, E. 2014. Fluktuasi Serangan Penyakit Phythopthora Palmivora pada Tanaman Kakao Triwulan I 2014 Di Propinsi Jawa Timur. Jawa Timur.

Dhalimi, A. 2012.  Kajian Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi Mendukung Sistem
dan Model Pengembangan Good agricultural  practice di Wilayah Gernas Kakao. Laporan perkembangan  Kegiatan termin I dalam  Program Insentif  peningkatan kemampuan peneliti dan perekayasa. Balai Besar Pengkajian  dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 11 hlm

Mustafa, B. 2003. Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dengan Metode Penyelubungan Buah Kakao Muda. Makalah Seminar “Sosialisasi Peningkatan Produktivitas, Mutu dan Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao”. Asosiasi Kakao Indonesia, Lampung 6 Mei 2003.

Mustafa, B. 2005. Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao sebagai Suatu Metode Pengendalian Penggerek Buah Kakao (Pbk) Conopomorpha cramerella snellen (Lepidoptera: Gracillariidae). Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan.

Radar Lampung. 2013. Produksi Anjlok, Petani Kakao Alih Profesi
(http://www.radarlampung.co.id). Diakses pada tanggal 04 September 2013 pada pukul 11.38 WIB

Republika Online. 2009. Petani Kakao Di Lampung Keluhkan Hama
(http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara).
Diakses pada tanggal 04 September 2013 pada pukul 11.53 WIB


Rosmana, A., M. Shepard, P. Hebbar, & A. Mustari. 2010. Control of Cocoa Pod
Borer and Phytophthora Pod Rot Using Degradable Plastic Pod Sleeves
and a Nematode, Steinernema Carpocapsae. Indonesian Journal of
Agricultural Science 11(2) : 41 – 47

Rubiyo & Amaria, W. 2013. Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora Palmivora Butl.). Perspektif. 12 (1): 23-26.

Rubiyo & Siswanto. 2012. Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao (Theobroma Cacao L.) Di Indonesia. Buletin Ristri. 3(1): 33-48.

Semangun, H. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. http://buljugakeren.blogspot.com/2011/09/biologi-penyakit-phytophthora-palmivora.html. Diakses tanggal 17 Januari 2014.

Siregar, H.S. 2004. Pembudidayaan, Pengelolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. Jakarta

Siswanto & Karmawati, E. 2011. Percepatan Adopsi Teknologi Pht Kakao di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Perkebunan.

Sriwati, R & Muarif, R. 2012. Characteristic Symptoms of Phytophthora Palmivora on Cocoa Leaves. Jurnal Natural. 12 (2): 30-34.

Sulistyowati, E., Y.D. Junianto, Sri-Sukamto, S. Primawati. 2003. Analisis status penelitian dan pengembangan PHT pada pertanaman kakao. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Bogor, 17-18 September 2002. Pp. 161-176.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar