Rabu, 19 Oktober 2016

outline pemuliaan tanaman (padi)



OUTLINE
Topik: padi
Siti jarlina

JUDUL:   Pemuliaan Tanaman padi

BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pentingnya komoditas padi
Nilai ekonomi komoditas
Pentingnya menciptakan varietas unggul

1.2. Tujuan
Mengetahui metode pemuliaan tanaman padi

BAB II: PEMBAHASAN
2.1. deskripsi varietas, ideotipe,
2.2. biologi bunga dan teknik persilangan
2.3. studi genetik
2.4. metode pemuliaan dan seleksi
2.5. uji daya hasil dan pelepasan varietas

BAB III: KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

pemuliaan tanaman kemajuan seleksi



KEMAJUAN SELEKSI
 (Makalah Pemuliaan Tanaman)








Oleh
Rully Pebriansyah
1624011003

















MAGISTER AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang
Pemuliaan tanaman merupakan ilmu yang merakit keragaman genetik dan membentuk tanaman baru yang ingin dikembangkan,  Hal ini dilakukan sesuai dengan harapan dan yang diinginkan oleh petani atau konsumen.  Dalam pelaksanaanya, pemuliaan tanaman dilakukan dengan metode sederhana maupun dengan teknologi.  Hal yang perlu dilakukan dalam pemuliaan tanaman adalah melakukan pemilihan terhadap suatu populasi yang sudah ada, melakukan kombinasi sifat-sifat yang diinginkan, melakukan penggandaan kromosom dan atau mutasi sebelum melakukan pemilihan, dan melalui rekayasa genetika (Mangoendidjojo, 2003).

Tahapan pada pemuliaan tanaman dalam menentukan keberhasilan tujuan yang ingin dicapai sangatlah penting,  tahapan tersebut salah satunya adalah seleksi. Seleksi  adalah proses individu atau kelompok tanaman yang dipisahkan dari populasi campuran dengan tujuan tanaman yang mempunyai gen yang diinginkan dapat dikembangkan. Seleksi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Selain itu seleksi terjadi dalam dua bentuk yaitu seleksi antara populasi yang sudah ada untuk meningkatkan gen tanaman yang diinginkan dan seleksi dalam populasi untuk mendapatkan tanaman yang digunakan untuk menciptakan varietas baru (Syukur et al, 2015).

Kemajuan seleksi bergantung adanya keragaman genetik dan penggunaan metode seleksi yang tepat.  Jika seleksi telah dilakukan pada suatu populasi tanaman, hasil seleksi terpilih menjadi generasi selanjutnya yang diharapkan memberikan hasil yang lebih baik atau adanya kemajuan seleksi. Kemajuan seleksi dapat

diperkirakan dengan penghitungan secara teoritis, dengan kata lain kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai rata-rata  hasil seleksi dan nilai rata-rata populasi yang diseleksi (Syukur et al, 2015).


1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui bagaimana kemajuan seleksi dalam pemuliaan tanaman.

II. PEMBAHASAN



Kemajuan seleksi dapat diamati pada tahap seleksi.  Faktor yang mempengaruhi kemajuan seleksi adalah keragaman genetik, nilai duga heritabilitas, dan kemajuan genetik berdasarkan fenotipe tanaman. Seleksi akan menunjukkan tanggapan seleksi yang tinggi, jika gen yang dilibatkan dalam seleksi mempunyai keragaman genetik yang luas dan nilai duga heritabilitas yang tinggi. Seleksi akan efektif apabila heritabilitasnya tinggi dan kemajuan genetik atau respon seleksinya tinggi (Rostina , 2006; Chindy et al.,2010 dalam Sa’diyah, 2013).

Menurut Suharsono et al. (2006) dalam Maryenty (2015) nilai duga kemajuan seleksi dapat dihitung berdasarkan rumus:

R = i σx HL

Keterangan:
R   =  Respons terhadap seleksi
I     = Intensitas seleksi yang diterapkan
HL = Pendugaan heritabilitas dalam arti luas suatu karakter
σx  = Simpangan baku suatu karakter

Oleh karena nilai duga kemajuan seleksi pada suatu tanaman didasarkan pada nilai duga heritabilitas, intensitas seleksi dan simpangan baku suatu karater, maka pendugaan heritabilitas harus diketahui terlebih dahulu.

Kemajuan seleksi merupakan selisih antara nilai tengah turunan seleksi dan nilai tengah populasi. Misalkan f2 memiliki nilai tengah 0,82 kg dan f3 dengan nilai tengah 0,93 kg maka kemajuan seleksinya adalah 0,11 kg (Syukur, 2015).  Pada penelitian widyawati et al. (2014) terdapat kemajuan seleksi dari tanaman cabai besar f1 dengan populasi f2 varietas prada dan fantastic.  Hal ini didukung oleh data hasil nilai heritabilitas beberapa karakter kuantitatif  dan yang diamati pada populasi f2 lebih tinggi dibandingkan f1.

Selain itu didukung dengan nilai kemajuan genetik harapan beberapa karakter kuantitatif.  Berdasarkan pernyataan tersebut mendukung pernyataan sebelumnya bahwa kemajuan seleksi bergatung pada nilai heritabilitas yang tinggi dan kemajuan genetik.


Penelitian lain didukung oleh Astari (2016) bahwa terdapat kemajuan seleksi pada kedelai f3 persilangan anjasmoro dan genotif tahan salin dengan nilai dugaan heritabilitas antara 0.05-0.99, heritabilitas tinggi pada tinggi tanaman (cm), jumlah ruas (buah), umur panen (hari), jumlah polong (buah), jumlah biji (butir), bobot biji (g) dan bobot 100 biji (g) dengan kemajuan genetik antara 4,81%-81,04%. Korelasi bobot biji nyata hampir pada seluruh karakter kecuali umur panen. Hasil keragaman, heritabilitas dan korelasi menunjukkan seleksi pada F3 sudah dapat dilakukan karena memiliki keragaman tinggi yang didominasi oleh sifat genetik. Berdasarkan intensitas seleksi 20% terseleksi 10 tanaman F3 tahan salin.


Menurut Begun dan Sobhan (1991) dalam Sa’diyah  (2013) yang diamati dalam suatu penelitian mengenai kemajuan seleksi adalah umur berbunga (hst), umur panen polong tua (hst), rata-rata jarak lokul, jumlah polong per tanaman, dan jumlah benih total. Berdasakan pada penelitian Sa’diyah ( 2013) Hasil persilangan kacang panjang testa Hitam x Merah putih (B x A) atau testa Coklat x Merah Putih (C x A) memiliki kemajuan genetik untuk peubah umur berbunga 0,7 %, umur panen polong tua 1,38 %, jumlah polong per tanaman 52,35 %, rata-rata jarak lokul 0,09 %, dan jumlah benih per tanaman 43,31 %. Hal ini menyatakan bahwa generasi selanjutnya yaitu F1 hasil persilangan mengalami kemajuan genetik yang berarti juga mengalami kemajuan seleksi.


Dalam pemuliaan tanaman tidak selalu tanaman megalami kemajuan seleksi, boleh jadi terjadi kemunduran seleksi.  Seperti pada penelitian Aminah  et al. (2013) hasil penelitian kedelai generasi f3 tidak terjadi  peningkatan produksi dengan rata – rata hasil seleksi dan hasil rata – rata produksi per tanaman generasi
F3 1.6 g dengan produksi terendah 0.2 g dan tertinggi 4.9 g.  Sedangkan diketahui bahwa pada generasi f2 diperoleh rata-rata produksi biji/tanaman 12 g.
Maka dari itu untuk keberhasilan dalam pemuliaan tanaman, pemulia harus mendapatkan kemajuan seleksi pada varietas yang diinginkan.  Hasil dari kemajuan seleksi dapat kita peroleh dengan mendapatkan  keragaman genetik yang luas, nilai heritabilitas yang tinngi dan kemajuan genetik.

.III. KESIMPULAN



Hal yang dapat disimpulkan dari makalah ini, bahwa Kemajuan seleksi merupakan selisih antara nilai tengah turunan seleksi dan nilai tengah populasi. Kemajuan seleksi bergantung pada luasnya keragaman genetik, nilai heritabilitas yang tinggi, serta kemajuan keragaman genetik.































DAFTAR PUSTAKA




Aminah, S., Rosmayati., L.A.M. Siregar. 2013. Seleksi galur kedelai (glycine max (l.) Merril) Generasi F3 pada tanah salin. J. agroteknologi. 1(3): 637-645.

Astari, R.P.,  Rosmayati., dan M. Basyuni. 2016. Kemajuan genetik, heritabilitas dan korelasi beberapa karakter agronomis progeni kedelai f3 persilangan anjasmoro dengan genotipe tahan salin.  J. Pertanian Tropik. 3(6): 52- 61

Hakim, L., dan Suyamto. 2012. Heritabilitas dan harapan kemajuan genetik beberapa karakter kuantitatif populasi galur F4 kedelai hasil persilangan. Penelitian pertanian tanaman pangan. 31(1): 22-26.

Mangoendidjojo, w. 2003. Dasar-dasar pemuliaan tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 181 hlm.

Maryenti, T., M.Bermwai., dan J. Prasetyo. 2015. Heritabilitas dan kemajuan genetik karakter ketahanan kedelai generasi f2 persilangan tanggamus x B3570 terhadap soybean mosaic virus. J. kelitbangan. 2(2):137-153.

Sa’diyah, N. 2013. Seleksi dan Kemajuan Genetik pada Generasi F1 Tanaman  Kacang Panjang. J. Penelitian Pertanian Terapan . 13 (3): 180-187.

Syukur, M., S. Sujiprihati., R. Yunianti. 2015. Teknik pemuliaan tanaman. Penebar Swadaya. Bogor. 348 hlm.

Widyawati, Z., I. Yulianah., dan Respatijarti. 2014. Heritabilitas Dan Kemajuan Genetik Harapan Populasi F2 Pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum Annuum L.). J. Produksi Tanaman. 2 (3): 247-252.

pemuliaan tanaman metode persilangan backros atau silang balik



BACKROS
 (Makalah Pemuliaan Tanaman)








Oleh
Siti Jarlina
1524011014















MAGISTER AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Pemuliaan tanaman merupakan proses untuk merancang dan mengembangkan tanaman baru yang sesuai dengan keiinginan oleh para petani atau masyarakat.  Tahap awal yang dilakukan adalah tahap seleksi. Hal ini penting dalam menentukan peramalan tanaman yang menjadi varietas unggul, selain itu juga diperlukan teori-teori dasar dalam menghitung atau menganalisa peramalan  agar tahap seleksi menjadi lebih tepat. Ketepatan pada tahap seleksi dilakukan adengan cara memperluas keragaman genetik, hal ini biasanya dilakukan dengan cara hibridisasi (persilangan) (syukur, et al. 2015).

Tahap seleksi menjadi bagian penting dalam pemuliaan tanaman, walaupun tahap sebenarnya yang paling penting sebelum melakukan program pemuliaan tanaman adalah penentuan tujuan program pemuliaan tanaman.  Hal ini mencakup harapan konsumen terhadap varietas yang dikembangkan, seperti hasil produksi lebih melimpah, tanaman mempunyai kualitas baik, tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik (seperti hama dan penyakit tanaman), serta kebutuhan akan unsur hara yang efisien (syukur, et al. 2015).

Tahapan seleksi mempunyai banyak metode, metode tersebut bergantung pada tipe penyerbukan tanaman.  Salah satu metode pada tahapan seleksi yang dapat dilakukan pada semua tipe penyerbukan adalah backros (tetapi sulit dilakuakn pada tanaman menyerbuk silang). Metode ini paling sering digunakan untuk menggabungkan satu atau beberapa sifat ke berbagai varietas yang disesuaikan. Sehingga penting untuk mengetahui bagaimana cara kerja para

pemulia tanaman melakukan tahapan seleksi dengan menggunakan metode backros (syukur et al,  2015; Harlan et al, 1992 dalam Hasan et al, 2015).


1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengenal dan mengetahui tahapan-tahapan metode backros dalam pemuliaan tanaman.

II. PEMBAHASAN



Metode silang balik (backros) merupakan prosedur yang digunakan untuk memperbaiki galur yang sudah ada tetapi perlu ditambah karakter yang lain, Galur yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakter-karakternya tetap dipertahankan kecuali karakter yang hendak diintrogressikan dari tetua donor. Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan galur donor X, selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali dengan galur A. Dengan beberapa silang balik dengan galur A akan diperoleh galur A yang karakternya sama dengan galur tetapi mengandung gen yang diinginkan yang berasal dari galur X. Dalam silang balik harus jelas karakter yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama proses seleksi (Wahyu et al, 2014).

Pada metode silang balik terdapat dua tahapan yaitu prosedur metode silang balik untuk gen dominan dan metode silang balik untuk gen resesif (Syukur et al, 2015)












Gambar 1. Backcross untuk gen dominan (Hasan et al, 2015)

 













Gambar 2. Backcross untuk gen resesif  (Hasan et al, 2015)

Menurut Hasan, et al (2015)  Backros (silang balik berulang) adalah metode pemuliaan yang biasa digunakan untuk mentransfer alel pada satu atau lebih lokus dari tetua donor ke tetua pengulang.  Diharapkan tetua pengulang atau recurrent parent (RP) terjadi pemulihan genom dengan tingkat 99,2% setelah silang balik ke enam. Proporsi genom RP pulih pada tingkat 1- (1/2) t + 1 untuk masing-masing generasi silang balik.  Namun, setiap keturunan silang balik tertentu (BC3 atau BC2), akan ada yang menyimpang selama penyilangan sehingga mengakibatkan peluang besar untuk mendapatkan hasil yang diharapkan yang tidak mungkin untuk mendeteksi fenotip. Misalnya, dalam populasi BC1, secara teoritis persentase rata-rata genom RP adalah 75% untuk seluruh tanaman, tetapi beberapa tanaman akan memiliki lebih atau kurang dari genom RP daripada yang lain. Tanaman yang mengandung RP genom tertinggi yang akan dipilih pada tahap tersebut. Metode silang balik akan mudah dan berhasil dijalankan dengan baik apabila sifat atau karakter yang akan ditambahkan mudah diwariskan, bersifat dominan, dan mudah dikenali pada tanaman hasil persilangan (Hasan, et al., 2015)

Kelebihan metode silang balik yaitu mempunyai tigkat konrol genetic yang tinggi, sifat yang akan diperbaiki dapat diterangkan sebelum metode diterapkan, varietas yang sama dapat dibentuk lagi, pengujian berlanjut tidak dilakukan karena varietas yang dipilih mempunyai potensi tinggi, masalah genetik dan lingkungan dapat dikurangi, serta intensitas sifat yang dipindahkan tidak berubah. Sedangkan kelemahannya adalah jumlah sifat terbatas, tidak cocok untuk sifat kuantitatif yang mempunyai heritabilitas rendah, sulit diterapkan pada tanaman menyerbuk silang, selain itu jika gen yang diinginkan terpaut dengan gen sifat yang tidak diinginkan maka sulit membuang gen tersebut (syukur et al, 2015).

Kelemahan silang balik dengan gen yang diinginkan terpaut dengan gen sifat yang tidak diinginkan sering terjadi pada metode silang balik secara konvensional. Hal ini sulit dilakukan karena dapat terjadi linkage (pewarisan alel donor ), untuk menghindari hal tersebut drag pada seleksi secara konvensional, dibutuhkan 100 generasi silang balik. Sehingga diperlukan penanda gen agar mudah mengeliminasi gen yang tidak diinginkan oleh pemulia tanaman  seperti menggunakan marka yaitu Marker-assisted backcrossing (MABC) sebagai alat bantu seleksi dan memerlukan silang balik hanya pada beberapa generasi. Penanda molekuler efektif membantu untuk keperluan seleksi silang balik dengan cara menseleksi alel-alel target yang efeknya sulit untuk pengamatan secara fenotipik  (Young dan Tanskley, 1989 dalam Lukman, 2013).

Terdapat 2 tipe seleksi yang dikenal pada tahapan silang balik yaitu seleksi foreground dan background (Hospital, 2003). Seleksi foreground untuk menseleksi individu tanaman yang mengandung alel donor pada lokus target. Tujuannya menjaga lokus target dalam keadaan heterozigot (gabungan alel dari donor dan recurrent parent). Sampai dengan tahap akhir backcrossing, tanaman kemudian diselfing pada kondisi homozigot dari donor. Sedangkan seleksi background yaitu mendeteksi alel-alel dari recurrent parent di seluruh genom (Lukman, 2013).

Pada penelitian Aristya, et al (2013) Tanaman melon indukan PI 371795 (tahan terhadap powdery mildew) dengan indukan Action 434 menghasilkan tanaman melon Tacapa.  Buah melon Tacapa yang memiliki karakter fenotip bentuk buah elliptical, warna kulit buah hijau, warna daging buah kuning, net/jaring jelas dan kuat, memiliki rasa manis, tahan terhadap penyakit powdery mildew dan mampu ditanam pada kondisi cuaca yang tidak menentu.  Pada tahun 2012 telah dirakit generasi baru Tacapa yaitu TP hasil persilangan backcross untuk mengetahui pewarisan gen ketahanan penyakit powdery mildew pada keturunan Tacapa. Dengan menggunakan MAB pewarisan gen ketahanan penyakit powdery mildew generasi Tacapa diketahui. Gen ketahanan terhadap powdery mildew (Pm-W)
diwariskan dari tetua (PI 371795) kepada generasi keturunannya yaitu Tacapa dan hasil persilangan backcross yaitu TP.

Selain pada melon, tanaman padi juga berhasil diidentifikasi (gen yang disisipi) setelah persilangan dengan metode backros. Hal ini juga didukung oleh penelitian Seno et al., (2011) Berdasarkan hasil-hasil percobaan yang telah Introgresi gen aroma (badh2 termutasi) dari donor (Pandan Wangi) ke host (Ciherang) dapat teridentifikasi dengan marka (MAB). Keberhasilan introgresi atau pembentukan progeny persilangan (Fl) dan backcross (BC1Fl,BC2F1, dan BC3Fl) terlihat dari munculnya pita heterozygot pada sampel progeni persilangan atau backcross.



III. KESIMPULAN


Hal yang dapat disimpulkan dari makalah ini, bahwa metode backros (silang balik berulang yaitu metode yang mempertahankan sifat dari tetua berulang dan menyisipkan sifat dari tetua donor.  Hasil dari persilangan  f1 (tetua berulang  X tetua donor) akan disilangkan kembali dengan tetua berulang sampai mendapatkan hasil yang diinginkan. Tetapi metode backros akan lebih mudah dilakukan jika dibantu dengan penanda molekuler (MAB) agar tidak terjadi pewarisan alel donor dan memudahkan dalam melakukan seleksi.




























DAFTAR PUSTAKA


Aristya, G. R.,  A. Agriansyah., B. S. Daryono. 2013.  Deteksi dan skrining pewarisan sifat ketahanan penyakit powdery Mildew pada generasi backcross tanaman melon (Cucumis melo L.) VAR.TACAPA. Universitas Gajah Mada. pp 294-300.

Hasan, M.M.,  M.Y. Rafii.,  M.R. Ismail, M. Mahmood,  H.A. Rahim, Md.A. Alam, Sashkani,  Md.A. Malek.,  and M.A. Latif . 2015. Marker-Assisted Backcrossing: A Useful Method For Rice Improvement. Biotechnol Equip. 29(2): 237–254.
Lukman, R., A. Afifuddin., dan Hoerussalam. 2013. Pemanfaatan teknologi molecular breeding dalam pemuliaan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. J. AGROTEKNOS.  3 (2):101-108.


Seno, D.S.H., A.E.Z. HasaN., T.J. Santoso., B. Kusbiantoro., Z. Alim Mas'ud. 2011. Identifikasi gen aroma pada progeni-progeni backcross antara varietas ciherang dengan pandan wangi. J. llmu Pertanian Indonesia, 16(2): 136-141.

Syukur, M., S. Sujiprihati., R. Yunianti. 2015. Teknik pemuliaan tanaman. Penebar Swadaya. Bogor. 348 hlm.


Wahyu, G.A.S., W. Mangoendidjojo, P. Yudono, dan A. Kasno. Analisis nilai tengah generasi untuk umur panen keturunan persilangan tiga varietas kedelai. Penelitian pertanian tanaman pangan. 34(1): 37-41.